The Smashing Pumpkins dan Dilema Reuni
“Dia tidak pernah mengundangku untuk urusan apa pun. Bahkan, perasaanku sedikit terluka ketika dia melakukan tur album solo dan tidak pernah memberitahuku akan hal itu.”
Ungkapan di atas keluar dari mulut D’Arcy Wretzky, mantan pencabik bass The Smashing Pumpkins. Dalam kesempatan wawancara bersama Alternative Nation, Wretzky mengaku tidak pernah diajak bergabung reuni oleh Billy Corgan, frontman sekaligus pemimpin The Smashing Pumpkins.
Pernyataan Wretzky tersebut seperti hendak meluruskan keterangan manajemen The Smashing Pumpkins yang menegaskan bahwa Wretzky sudah berkali-kali diajak bergabung, tapi, selalu “menunda” memberi jawaban. Menurut Wretzky, keterangan manajemen adalah kibul belaka.
“Mereka belum pernah tampil selama lebih dari 18 tahun. Bukan sebab kurangnya usaha dari kami, melainkan karena Wretzky saat berkali-kali diundang bermain, berpartisipasi dalam sesi demo, serta bertemu tatap muka selalu menunda untuk memberikan konfirmasi jawaban. Kami berharap yang terbaik dan berharap pula segera dapat terhubung dengan Anda,” begitu tulis manajemen The Smashing Pumpkins pada awal Februari lalu seperti dilansir Spin.
Usut punya usut, alasan The Smashing Pumpkins—atau lebih tepatnya Corgan—tak menyertakan nama Wretzky dalam rencana reuni ialah karena Corgan meragukan kemampuan bermainnya selepas ia mengalami cedera bahu. Sebagai gantinya, Corgan memberi opsi bagi Wretzky untuk tampil dalam kapasitas “pemain tamu,” layaknya Steve Adler ketika bergabung dengan reuni Guns N’ Roses.
Kabar tentang reuni The Smashing Pumpkins tak bisa dipungkiri menarik perhatian publik. Isu ini pertama kali bergulir pada Januari silam ketika Corgan mengunggah foto dirinya bersama James Iha serta Jimmy Chamberlin (dua personel asli lain The Smashing Pumpkins) di akun Instagram miliknya. Dari foto tersebut, para fans lantas menyimpulkan bahwa mereka akan kembali bermain.
Banyak Drama Sejak dari Pikiran
Relasi antara Wretzky dan Corgan sebetulnya perlahan membaik pada 2016, ketika Corgan melalui siaran Facebook Live-nya berkata bahwa ia sudah bertatap muka dan berbincang bersama Wretzky untuk pertama kalinya dalam 17 tahun terakhir pasca bubarnya The Smashing Pumpkins.
Pada kesempatan itu, Corgan menyebut pertemuannya dengan Wretzky adalah “hal yang luar biasa.” Corgan juga menambahkan bahwa perjumpaan bersama Wretzky tidak untuk membahas persoalan reuni, melainkan hanya “memperbaiki beberapa hal di antara kami.”
Apabila ditelisik ke belakang, problem antara Wretzky dan Corgan hanyalah secuil masalah dari The Smashing Pumpkins. Jauh sebelum adu klaim ini muncul, band alternative rock ini lebih dulu punya banyak masalah—dan drama—sepanjang karir perjalanan mereka.
The Smashing Pumpkins berdiri pada 1988 di Chicago. Sosok yang membentuknya adalah Corgan dan Iha. Keduanya pertama kali bertemu dan berkenalan di toko kaset tempat Corgan bekerja. Mereka cepat nyambung karena selera musiknya sama: mengidolakan New Order serta The Cure.
Formasi The Smashing Pumpkins mulanya hanya mereka berdua. Corgan pegang bass dan Iha memainkan gitar dan drum machine. Tak lama berselang, Chamberlin dan Wretzky menyusul masuk untuk mengisi posisi bass serta drum.
Pada awal kemunculannya, banyak yang berpendapat musik The Smashing Pumpkins begitu terpengaruh Nirvana, Pearl Jam, hingga Jane’s Addiction. Perihal pendapat ini, Corgan menolak jika diasosiasikan dengan band-band tersebut.
“Sekarang, kami telah lulus dari sebutan ‘Jane’s Addiction berikutnya,’ ‘Nirvana berikutnya,’ maupun ‘Pearl Jam berikutnya,’” katanya dalam wawancara bersama MTV pada 1993.
Pada 1991, The Smashing Pumpkins melepas album debut bertajuk Gish. Album ini menuai banyak respons positif. Rolling Stone, misalnya, menyebut Gish sebagai album yang menghantam dengan melodi-melodi indah nan terdistorsi. Seperti sedang menikmati Jimi Hendrix bermain bersama The Stooges.
“Album Gish aku ibaratkan seperti seseorang yang berhasil aku bawa memasuki rumah tanpa melalui pintu mana pun,” ungkap Corgan beranalogi.
“Kamu bisa melihat celah dalam kepribadianmu di album ini. Semacam melihat ke dalam dirimu sendiri. Kadang-kadang aku mendengarkan rekaman itu dan yang aku inginkan hanyalah menangis.”
Gish melahirkan nomor-nomor macam “I Am One” yang dibuka dengan gebukan drum bertenaga dari Chamberlin, lalu disusul petikan bass Wretzky yang kasar tapi memikat. Di tengah lagu, melodi Iha bertemu dengan riff-riff segar yang keluar dari gitar Corgan. Atau, jika ingin lebih, Anda bisa mendengarkan “Siva” yang sepintas seperti sedang menyimak Jimmy Page memainkan solo di track “Kashmir.”
Dua tahun setelahnya, mereka merilis Siamese Dream. Performa mengesankan berhasil mereka teruskan di album ini. Pitchfork menyatakan Siamese Dream adalah perpaduan antara My Bloody Valentine serta Jane’s Addiction yang melebur jadi satu. Siamese Dream memuat 13 lagu yang dibuat nyaris tanpa cela. Ada warna shoegaze (“Quiet” dan “Hammer”), ballads (“Spaceboy”), rock and roll (“Mayonaise”), hingga psikedelia (“Soma” serta “Rocket”).
Masa jaya mereka bisa dikata berada saat album Mellon Collie and the Infinite Sadness (1995) lepas ke pasaran. Album ini, catat The Guardian, terjual sebanyak 21 juta kopi di Amerika serta memunculkan hits seperti “Tonight, Tonight,” “Her is No Why,” hingga “Bullet with Butterfly Wings.”
Namun, di antara beberapa lagu mereka yang jadi hits, track berjudul “1979” dianggap paling difavoritkan. Alasannya sederhana: “1979” adalah soundtrack pengiring peralihan fase remaja ke dewasa dengan lirik-lirik yang berbicara mengenai kegelisahan, ketidakpastian, serta ketidakpedulian.
Coba simak liriknya yang berbunyi: “Cool kids never have the time/On a live wire right up off the street/You and I should meet/Junebug skippin’ like a stone/With the headlights pointed at the dawn.” The Smashing Pumpkins membungkus balada penuh kegetiran itu dengan irama minimalis yang disusun dari bebunyian elektronik serta tempo yang upbeat.
Saat kesuksesan perlahan diraih, saat itu pula masalah demi masalah datang silih berganti. Penyebabnya banyak: ketergantungan obat-obatan sampai ego antar personel yang berujung pertengkaran—dan keretakan.
Benih-benih masalah sebenarnya sudah bisa terlihat sejak proses penggarapan Siamese Dream. Seperti yang ditulis NME, The Smashing Pumpkins rela memindahkan lokasi rekaman ke Georgia agar menghindarkan Chamberlin dari penjual obat-obatan yang membuatnya ketergantungan. Langkah tersebut terbukti sukses. Chamberlin bisa fokus bekerja serta albumnya ditanggapi positif.
Meski begitu, fase itu hanya sementara. Ketergantungan Chamberlin kian tak dapat dikontrol, dan pada 1996, ia resmi dipecat dari band tak lama selepas kematian additional player mereka, Jonathan Melvoin, akibat overdosis.
Tiga tahun kemudian, sebelum tur ‘The Arising,’ Chamberlin bergabung lagi dengan The Smashing Pumpkins. Teman-temannya beranggapan bahwa ia berhasil menjalani rehabilitasi. Sayang, masuknya Chamberlin disusul dengan keluarnya Wretzky di tengah-tengah proses pengerjaan Machina/The Machines of God.
Keluarnya Wretzky disebabkan ia tak tahan dengan sikap Corgan yang otoriter. Di lain sisi, Wretzky juga tak terima dianggap berkontribusi “sangat minim” terhadap proses pembuatan album seperti yang diutarakan Corgan kepadanya. Momen itulah yang jadi faktor utama mengapa relasi Corgan-Wretzky membeku selama 16 tahun.
Sikap Corgan yang otoriter tak bisa dilepaskan dari depresi yang dialaminya selama bertahun-tahun. Ia bahkan sempat melangsungkan percobaan bunuh diri sebanyak tujuh kali. Guna meredam kegelisahannya itu, Corgan rutin bertemu dengan terapis sejak proses pengerjaan Siamese Dream.
Akumulasi masalah yang dihadapi The Smashing Pumpkins menuntun mereka pada jalan bubar. Pada 2000, tak lama selepas Machina II/The Friends & Enemies of Modern Music dirilis, mereka memutuskan untuk berpisah.
“Kami merasa telah mencapai akhir, semacam ujung dari perjalanan kami baik secara emosional, spiritual, dan juga musik,” terang Corgan mengenai alasan bubarnya The Smashing Pumpkins.
Kendati bubar, masing-masing personel tetap meneruskan proses kreatifnya. Corgan membentuk band bernama Zwan pada 2001 dan menjalani beberapa proyek solo. Iha bergabung dengan A Perfect Circle bersama vokalis Tool, Maynard James Keenan. Lalu, Chamberlin bikin The Chamberlin Complex, sedangkan Wretzky sibuk dengan Starchildren dan Catherine.
Menulan Ludah Sendiri
Seperti yang dijelaskan di atas, reuni The Smashing Pumpkins dilakukan untuk merayakan hari jadi mereka yang ke-30. Dalam siaran persnya, The Smashing Pumpkins akan menampilkan materi-materi dari album Gish hingga Machina. Tur sedianya bakal dimulai pada musim panas 2018 dan menyasar 36 kota. Tajuk yang diambil ialah “Shiny dan Oh So Bright.”
“Sekitar 30 tahun yang lalu, saya dan Iha memulai perjalanan The Smashing Pumpkins dari kamar tidur yang sempit di rumah ayah saya,” jelasnya. “Dan alangkah begitu ajaibnya ketika kami dapat bersatu kembali untuk merayakan lagu-lagu yang telah kami buat bersama.”
Keputusan untuk reuni sudah bulat, meski mereka tak menyertakan personel asli lainnya, Wretzky. Namun, apabila melihat ke belakang, wacana reuni sebetulnya tidak pernah terlintas di kepala Corgan. Dalam beberapa kesempatan, Corgan selalu menegaskan bahwa reuni The Smashing Pumpkins tidak akan terwujud.
“The Smashing Pumpkins tidak akan menjadi bagian dari nostalgia. Kami menolak untuk melakukannya,” tegasnya dalam satu wawancara pada 2011.
Pada akhirnya, Corgan justru menelan ludahnya sendiri. Kendati ia menolak konsep reuni sampai berbuih-buih, The Smashing Pumpkins malah memutuskan untuk menggelar tur bersama. Masalahnya sekarang adalah bagaimana tanggapan para penggemar?
Tentu sebagian besar fans—terlebih bagi mereka yang tumbuh bersama lagu-lagu klasik Pumpkins—sudah menanti kesempatan itu tiba. Tapi, mereka yang tak antusias menyambut reuni The Smashing Pumpkins jumlahnya juga tak satu-dua.
Consequence of Sound melaporkan penjualan tiket konser reuni mereka di tempat-tempat seperti Arizona, Texas, hingga Kentucky masih memprihatinkan dalam artian ada banyak kursi yang belum terisi. Forbes menambahkan di Los Angeles dan Chicago, tiket kelas platinum seharga 300-600 dolar masih tersisa. Tak hanya itu, di Amerika Utara, ratusan sampai ribuan tiket belum terjual.
Mengenai kurangnya antusiasme ini, Bryan Rolli, jurnalis musik sekaligus kontributor Forbes menyebutkan ada lima faktor penyebabnya: generasi muda jenuh dengan konser musim panas, sikap Corgan yang bebal di linimasa (drama dengan Wretzky adalah contohnya), absennya Wretzky, tidak ada yang baru dari The Smashing Pumpkins, serta The Smashing Pumpkins bukan band yang sanggup mengisi arena besar seperti Nirvana, Soundgarden, atau Guns N 'Roses.
Tapi, memang betul. Saya pikir, konser reuni dengan meniadakan salah satu personel asli sama saja dengan omong kosong. Mengingat sumbangsih Wretzky selama bergabung dengan The Smashing Pumpkins bisa dikata tak sedikit. Yang jadi pertanyaannya: betulkan Corgan melakukan reuni demi menjaga marwah The Smashing Pumpkins?
Baca juga artikel terkait MUSISI DUNIA atau tulisan menarik lainnya M Faisal