Tantangan ‘Gempuran’ Karyawan Milenial bagi Bos Generasi X
-
Foto: Headway/Unsplash
Uzone.id -- Dominasi generasi milenial dan generasi Z (Gen Z) di Indonesia memberikan keuntungan dan mendorong perkembangan Industri 4.0 secara cepat. Namun, ‘gempuran' milenial ini juga menjadi tantangan bagi para pemimpin perusahaan yang banyak dari generasi X.Adanya perbedaan serta selisih generasi memberikan tantangan tersendiri bagi para bos perusahaan untuk tetap menyatukan suara dalam sebuah tim.
“Selain menantang, karyawan atau pekerja dari generasi milenial dan generasi Z merupakan sebuah aset,” kata Didik Budi Santoso, Direktur Utama Metranet dalam acara Uzone Talks pada Kamis (22/7).
Baca juga: Begini Karakter Karyawan Milenial di Mata Bos Gen X
Secara demografis, Didik mengungkapkan bahwa sebanyak 60 persen tim dalam perusahaannya merupakan generasi milenial.
Mengenai tantangan akan dominasi generasi milenial, Didik membaginya dalam dua dimensi berbeda, yaitu eksternal dan internal.
Eksternal
Keadaan di eksternal atau di pasar selalu menuntut sebuah perusahaan untuk menciptakan produk yang bisa diterima secara cepat. Disisi lain, dalam waktu yang singkat tersebut perusahaan juga dituntut untuk tetap memenuhi keinginan dan kenyinyiran para pelanggan mereka.
Apabila suatu perusahaan tidak berhasil memenuhi dan mengelola keinginan para konsumen dalam waktu yang sangat singkat, keadaan tersebut bisa menyebabkan clash atau pergesekan konflik, bahkan menyebabkan kebangkrutan produk-produk mereka.
Baca juga: Seberapa 'Digital Savvy' Generasi X Pada Masanya?
Internal
Permintaan dari pasar tersebut mendorong sebuah perusahaan untuk membuat tim internal yang dapat memahami situasi dan keinginan para pelanggan pelanggan pasar.
Salah satu yang dapat memahami kebutuhan, keinginan serta permintaan di pasar konsumen adalah para milenial dengan gaya pendekatan mereka masing-masing.
Misalnya, kaum milenial akan menggunakan pendekatan melalui hal-hal yang familiar bagi konsumen, termasuk melalui sosial media untuk menjawab berbagai pertanyaan para pelanggan.
Didik menyimpulkan, ada dua tantangan dalam hal ini. Yang pertama, bagaimana secara eksternal perusahaan membuat produk yang bisa diterima masyarakat yang kini memiliki kekuatan untuk menaikkan dan menurunkan sebuah brand.
“Yang kedua, bagaimana kita me-manage internal resource kita untuk menciptakan produk yang sesuai dengan harapan masyarakat. Memang tak mudah, tapi akan selalu akan ada jalan,” tutupnya.