Subsidi Transportasi Umum di Indonesia Sudah Tepat Sasaran?
Kereta Commuter Line (Foto: Twitter @CommuterLine)
Uzone.id - Preferensi masyarakat dalam mobilisasi bisa dibilang terbagi dua: naik kendaraan pribadi dan transportasi umum. Alasannya pun personal. Ada yang merasa transportasi umum di Indonesia belum terintegrasi dengan baik sehingga lebih suka naik kendaraan pribadi, ada juga yang sudah nyaman naik transportasi umum karena harganya yang murah.
Akses transportasi umum bagi masyarakat yang tinggal di luar Jakarta namun bekerja di kawasan Jakarta dapat memanfaatkan KRL Commuterline. Tarifnya memang murah meriah, meski harus sudi berjejalan dengan pengguna lain, terutama saat berangkat bekerja di pagi hari dan pulang kerja di sore hari.Bagi mereka yang kantornya jauh dari akses transportasi umum, bisa jadi memanfaatkan transportasi berbasis aplikasi online seperti Grab, Gojek atau Maxim.
Lalu, belakangan ini, muncul perdebatan dari netizen di media sosial ketika mencuat kabar bahwa pemerintah ingin membedakan tarif KRL bagi "orang kaya".
BACA JUGA: Harga BBM Shell Ikut Turun Harga!
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan kalau tahun 2023 ini subsidi public service obligation (PSO) tarif KRL akan diutamakan bagi masyarakat miskin, sehingga kenaikan tarif untuk orang kaya ini bertujuan agar PSO lebih tepat guna.
Jika mengacu pada besaran subsidi yang diberikan, tarif KRL tanpa subsidi berada di kisaran Rp10 ribu hingga Rp15 ribu.
Sementara sampai hari ini, tarif KRL yang berlaku dengan subsidi sebesar Rp3.500.
Dari sini, muncullah komentar dan kritik dari netizen, tak sedikit yang mengaku mereka bakal menggunakan kendaraan pribadi ketimbang harus naik transportasi umum namun tetap boros-boros juga.
Agar transportasi umum dapat menjadi andalan masyarakat untuk aktivitas sehari-hari, pengamat transportasi Djoko Setijowarno berpendapat, transportasi seharusnya diberikan kepada warga yang mobilitas kesehariannya pakai transportasi umum untuk bekerja.
Dia lalu memberi contoh layanan transportasi umum Bus Trans Jateng dan Bus Trans Semarang sudah memberlakukan pembedaan tarif untuk kelompok umum, pelajar, mahasiswa, buruh hingga lansia.
"Hingga sekarang cukup lancar dan tidak bermasalah. Malahan, buruh merasa terbantu dengan tarif khusus itu. Dapat mengurangi pengeluaran ongkos transportasi untuk bekerja," tutur Djoko dalam pernyataannya kepada Uzone.id.
Kemudian, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata ini mengungkap data kontrak PSO untuk KRL Jabodetabek tahun 2022 sebesar Rp 1,8 triliun dan menurun di tahun 2023, yakni Rp 1,6 triliun.
BACA JUGA: Enak Betul, Biosolar Dapat Subsidi Rp6.500 per Liter
Demikian pula total PSO tahun 2022 sebesar Rp2,8 triliun, turun di tahun 2023 menjadi Rp2,5 triliun. Sebanyak 64 persen dari nilai total PSO Perkeretaapian diberikan untuk PSO KRL Jabodetabek.
Dia lalu membandingkan dengan subsidi untuk daerah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) dan Perbatasan dengan bus perintis se-Indonesia cuma mendapat Rp177 miliar (327 trayek). Jadi, sekitar sepersepuluh dari PSO KRL Jabodetabek.
Subsidi angkutan perintis penyeberangan di 273 iintas Rp584 miliar. Angkutan perkotaan di 10 kota hanya Rp500 miliar.
Alokasi Dana Kewajiban Pelayanan Publik ( Public Service Obligatian/PSO) Tahun Anggaran 2023 diprioritaskan untuk KRL dan KA Ekonomi Jarak Dekat karena KA-KA itulah yang digunakan sebagian besar warga beraktifitas sehari-hari, sehingga diharapkan semakin banyak warga yang menggunakan kereta yang pada akhirnya mengurangi beban jalan raya.
Namun, ongkos murah naik KRL Jabodetabek bakal tetap bisa menjadi lebih mahal dari segi biaya perjalanan layanan transportasi dari tempat tinggal ke stasiun (first mile) dan layanan transportasi dari stasiun ke tempat tujuan (last mile).
"Yang perlu diperhitungkan ada ongkos total per jalan dari rumah hingga ke tempat tujuan tidak lebih dari 10 persen penghasilan bulanan," tuturnya.
Secara terpisah, ada survei dari Badan Litbang Perhubungan tahun 2013. Ketika ditetapkan tarif KRL Jabodetabek satu harga dan murah, total ongkos transportasi yang dikeluarkan pengguna KRL Jabodetabek masih 32 persen dari pendapatan bulanan.
BACA JUGA: Periskop 2023: Honda Scoopy 160 Semoga Jadi Kenyataan
Meskipun stasiun KRL di Jakarta sudah terintegrasi dengan Bus Trans Jakarta dan Jak Lingko, namun layanan transportasi first mile belum banyak perubahan dan cenderung angkutan ke stasiun makin berkurang jumlahnya.
"Belum ada perbaikan yang berarti, baru ada Bus Trans Pakuan di Bogor dan Bus Tayo di Tangerang. Ciptakanlah transportasi umum seperti di Bogor dan Tangerang untuk di Kota Bekasi, Kab. Bekasi, Kota Depok, Kab. Tangerang, Kab. Bogor dan Kota Tangerang Selatan," ungkap Djoko.
Data menarik lainnya datang dari kajian tahun 2018 yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Perkeretaapian yang menyebut, pengguna KRL Jabodetabek di akhir pekan yang bekerja hari Sabtu 5 persen dan di hari Minggu 3 persen, sisanya bepergian tujuan perjalanan sosial (seperti berwisata, kunjungan keluarga, seminar, ke pusat perbelanjaan).
Dia pun meminta agar pemerintah agar jangan fokus pada tarif KRL Jabodetabek, namun bagaimana merancang ongkos transportasi warga bisa kurang dari 10 persen dari pendapatan bulanan.
"Prancis dan Singapura sudah bisa menekan hingga 3 persen, sedangkan China 7 persen," tutupnya.