Sisi Lain Isu "Pelakor": Jatuh Cinta kepada Orang Selain Pasangan
Sebuah video pelabrakan seorang perempuan viral di internet dua hari belakangan ini. Pada hari Senin (19/2), akun Instagram @lambe_turah membagikan dokumentasi perempuan yang dipanggil Nila, yang dituding menjadi selingkuhan suami si pengambil gambar, Ovi. Faktor ekonomi disebut-sebut Ovi melandasi tindakan Nila. Dalam video, terlihat Ovi menghambur-hamburkan uang kertas pecahan seratus ribu dan lima puluh ribu ke hadapan Nila.
“Namanya perempuan, kalau kamu enggak menanggapi, enggak mungkin Pak Dendy [suami Ovi] mau meneruskan niatnya. Butuhnya kamu sama suami saya itu apa? Duit? Ini lho duit. Harga dirimu berapa? Itu duit, harga dirimu kubeli! Mbak Nila, seorang janda pelakor, teman saya sendiri PELAKOR… Tahu Pak Dendy kaya, dia nusuk saya dari belakang!” demikian cuplikan kata-kata Ovi yang diucapkannya dalam bahasa Jawa.
Kisah Ibu Ovi menambah catatan pelabrakan dan pembeberan informasi selingkuhan yang beredar di dunia digital. Sebelumnya, ada video pelabrakan Jennifer Dunn yang dituduh menjadi selingkuhan ayah Shafa Harris yang diunggah ke Instagram. Di platform yang sama, pemain sinetron Nadya Almira juga sempat membeberkan perselingkuhan suaminya dengan perempuan lain.
Sebagian warganet berfokus pada persekusi yang dilakukan pihak yang merasa tersakiti akibat perselingkuhan pasangannya. Ada yang mendukung aksi mempermalukan selingkuhan di depan publik, ada pula yang menyoroti ketimpangan sanksi sosial antara laki-laki dan perempuan yang berselingkuh.
Munculnya sebutan “pelakor” (perebut laki-laki orang) dipandang sebagai refleksi betapa tidak adilnya penghakiman terhadap kasus perselingkuhan. Perempuan mendapat stigma lebih buruk dan konsekuensi lebih besar dibanding laki-laki.
Terlepas dari wacana ini, ada hal lain yang mencuat dari isu perselingkuhan: perkara jatuh cinta lagi, tetapi bukan pada pasangan. Hal yang bisa terjadi pada siapa pun, tetapi sering kali disembunyikan lantaran kuatnya benteng-benteng norma berelasi atau ketakutan melukai pasangan.
Dalam artikel berjudul “One Woman's Tale of Marital Survival After Falling For Another Man”di Vogue, Marcia Desanctis menceritakan pengalamannya jatuh cinta pada laki-laki lain ketika ia sudah 16 tahun menyandang status istri orang.
Marcia berusia 40 ketika memutuskan kembali ke bangku kuliah, mengambil program magister Hubungan Internasional, dan bertemu laki-laki berinisial R. Pertemuan rutin di kelas serta residensi di kampus dan di Asia menumbuhkan kedekatan Marcia dan R. Perempuan yang sempat jadi produser televisi ini menikmati setiap kebersamaan dengan R, menyukai setiap gerik si pekerja amal tersebut, kendati dia mengakui pernikahannya baik-baik saja. Marcia masih tetap menyayangi sang suami.
Waktu berlalu dan keintiman mereka secara emosional berkembang menjadi rasa cinta buat Marcia. “Dia membuatku tertawa, kami saling mengagumi satu sama lain, dan melihat hal-hal dari sudut pandang serupa,” tulis perempuan yang senang menulis novel ini.
Kemudian, Marcia mulai mengabaikan moralitas, alasan rasional, serta kesetiaan pada suami dan anak, tetapi ia tetap menjalankan perannya sebagai istri dan ibu. “Adalah sebuah kejahatan dan hal yang kusesali sampai mati bila aku mengabaikan cinta romantis ini,” aku Marcia.
Begitu ia menyatakan perasaan dan harapan untuk melanjutkan hubungan dengan R, laki-laki itu menolak. Ia masih mempertimbangkan status perkawinan Marcia.
Perempuan itu pun kembali ke keluarganya, membawa pikiran-pikiran seperti "seandainya aku belum menikah" dan "seandainya aku dan R bertemu di periode kehidupan lain". Marcia juga pada akhirnya mengaku kepada suaminya bahwa ia sempat jatuh cinta pada orang lain. Alih-alih murka dan kecewa, sang suami malah memahami kondisi Marcia dan memaafkannya. Suami Marcia percaya, bila sudah takdir, perkawinan mereka akan berlanjut seterusnya.
“Bagi suamiku, pengampunan bukan aksi pahlawan atau buat kepuasan diri, melainkan sesuatu yang menunjukkan belas kasih dan persahabatan yang mendalam… Kesetiaan bukan ditujukan pada pribadi, melainkan pengabdian dan kenangan, dan ini tidak layak untuk dikorbankan,” tutur Marcia.
Kejadian jatuh cinta lagi pada orang lain membuat Marcia berpikir, di kesempatan lain bisa saja sang suami yang berada di posisinya. Inilah yang memungkinkan sang suami lebih mudah memahami situasi Marcia dan meninjau ulang soal empati kepada pasangan.
Introspeksi Relasi
Sebagian orang boleh jadi mengalami pengalaman seperti Marcia: mencintai orang baru dan secara bersamaan tetap menyayangi pasangan. Namun, yang lainnya bisa saja telah mengalami masalah dalam relasi sebelum akhirnya berpaling kepada yang lain.
Dr. Gary Lewandowski, profesor Psikologi dari Monmouth University, New Jersey, menyatakan di Science of Relationships, menurut studi, orang-orang yang tingkat kepuasan berelasi dan komitmennya tinggi cenderung tidak mengalihkan perhatiannya pada orang lain.
Kepuasan berelasi tidak hanya menyangkut persona atau kebiasaan pasangan saja, tetapi juga menyangkut kesempatan seseorang untuk mengembangkan dirinya. Semakin seseorang merasa dikekang, semakin mungkin ia mencari cara untuk bebas atau kenyamanan lewat relasi dengan orang lain.
Saat seseorang jatuh cinta pada orang lain, kecenderungannya adalah menutupi hal ini dari pasangan. Mengakui rasa cinta kepada orang lain di hadapan pasangan dianggap tabu karena ada norma relasi monogami yang berdiri kokoh. Norma monogami ini pula yang membentuk rasa cemas, bersalah, atau sesal saat ia menyayangi orang lain.
Gejolak perasaan seperti ini adalah satu ganjalan dalam relasi. Ganjalan lain datang ketika pengakuan jatuh cinta pada orang lain diterima oleh pasangan. Hal ini bisa saja dianggap sebagai ancaman dalam hubungan; sewaktu-waktu pihak ketiga bisa mengambil “sumber-sumber daya” pasangan, baik berupa materi, waktu, tenaga, maupun perhatian dan kasih sayang. Tak pelak, upaya-upaya mengontrol tindak-tanduk pasangan pun dipilih demi menyelamatkan hubungan.
Rasa tidak aman bersentuhan dengan isu penilaian diri seseorang. Ketika ia mendapati pasangannya jatuh cinta dengan orang lain, akan muncul pikiran bahwa dirinya tidak cukup baik buat pasangan.
Kombinasi rasa tidak aman dan sikap mengontrol di satu pihak dengan perasaan tidak dimengerti bahwa jatuh cinta kepada orang lain adalah hal yang tidak terhindarkan di pihak lain seperti inilah yang bisa mendatangkan kiamat bagi hubungan romantis, demikian disampaikan Sharon Glassburn, terapis perkawinan dan keluarga dari Chicago dalam situs Good Therapy.
Bila seseorang yang jatuh cinta pada orang lain masih ingin mempertahankan hubungannya dengan pasangan, ia perlu mengomunikasikan isi hati dan pikirannya dengan pasangan secara jujur. Seperti pengalaman Marcia, hal-hal yang telah dilalui dengan pasangan serta isu kepuasan berelasi di masa depan bisa menjadi pertimbangan seseorang sebelum membuat keputusan.
Jatuh cinta, dengan siapa pun dan dalam keadaan apa pun, tidak pernah datang tanpa konsekuensi. Ujian kepercayaan, tanggung jawab terhadap komitmen, serta kejujuran terhadap diri sendiri dan orang lain menjadi PR yang akan menanti bila jatuh cinta datang lagi, tetapi bukan pada orang yang sama.
Baca juga artikel terkait SELINGKUH atau tulisan menarik lainnya Patresia Kirnandita