Sanksi Denda Sampai Kurungan Penjara Menanti Pembobol Data
Foto: Menteri Kominfo, Johnny G. Plate, Selasa (20/09/2022), (Dok. Vina Uzone.id)
Uzone.id - Masyarakat akhirnya mempunyai dasar serta ‘payung hukum’ perlindungan data pribadi yang lebih komprehensif, memadai, dan berorientasi ke depan. RUU PDP yang sudah ditunggu-tunggu sejak lama pun akhirnya disahkan pada Selasa (20/09).
Pengesahan UU PDP ini menjadi wujud nyata dari perwujudan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 khususnya pasal 28 G ayat 1 yang menyatakan:“Bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawa kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”
“Panjangnya pembahasan yang dilalui merupakan proses untuk menghasilkan undang-undang yang substantif dan yang komprehensif,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G. Plate pada Selasa (20/09).
Menteri Johnny juga menegaskan bahwa UU PDP disiapkan untuk diterapkan oleh seluruh pihak yang memproses data pribadi masyarakat, baik itu perseorangan, korporasi, pemerintah, pihak swasta sampai berbagai institusi yang mengoperasikan layanannya di Indonesia dari dalam maupun luar negeri.
Baca juga: RUU PDP Disahkan, Lembaga yang ‘Powerful’ Harus Segera Dibentuk
Terdiri dari 16 Bab dan 76 Pasal, UU PDP mengatur hal-hal mendasar untuk melindungi data pribadi individual. Dasar hukum ini mencakup hak subjek data pribadi atau hak perseorangan yang pada dirinya melekat data pribadi, ketentuan pemrosesan data pribadi, kewajiban para pengendali dan prosesor data pribadi, pembentukan lembaga perlindungan data pribadi, serta pengenaan sanksi.
Sementara itu, Johnny pun memaparkan terkait sanksi kebocoran data yang telah diatur dalam UU PDP yang baru disahkan. Ada 2 jenis sanksi yang nantinya dijatuhkan pada pelanggar kebocoran data.
“Yang pertama adalah sanksi administratif. Di dalam pasal 57 UU PDP berupa peringatan tertulis, perhentian sementara kegiatan pemrosesan data pribadi, penghapusan atau pemusnahan data pribadi dan atau denda administratif,” tegas Johnny.
“Denda administratif ini paling tinggi sebesar 2 persen dari pendapatan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran,” tambahnya.
Adapun sanksi ini dikenakan pada pengendali atau pemroses data pribadi jika melanggar ketentuan UU PDP, seperti tidak memproses data pribadi sesuai dengan tujuannya sampai tidak mencegah akses data yang tidak sah.
Sanksi selanjutnya yaitu ketentuan pidana yang telah diatur dalam pasal 67 sampai 73 UU PDP berupa pidana denda maksimal Rp4 miliar hingga Rp6 miliar dan pidana penjara maksimal 4 tahun hingga 6 tahun.
Baca juga: Siapkah Pelaku Industri Patuhi RUU PDP?
“Pidana akan dikenakan bagi orang, perseorangan atau korporasi yang melakukan perbuatan terlarang, diantaranya mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya, dan memalsukan data pribadi yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain,” tegas Johnny.
Persetujuan mengenai penggunaan data pribadi orang lain hanya boleh dilakukan melalui consent atau persetujuan dari pemilik data tersebut.
Tak hanya sampai disitu, sanksi pidana tambahan juga menanti bagi mereka yang terbukti melakukan pelanggaran yang diatur di Pasal 69, berupa perampasan keuntungan dan atau harta kekayaan yang diperoleh atau hasil dari tindak pidana dan pembayaran ganti kerugian.
Dalam Pasal 70 UU PDP juga terdapat sanksi denda hingga 10 kali lipat dari pidana asli serta penjatuhan pidana tertentu lainnya jika tindak pidana dilakukan oleh korporasi.
Sebagai contoh dari pelanggaran dari UU PDP ini adalah pemalsuan data pribadi, dimana pelaku akan dipidana selama 6 tahun atau denda sebesar Rp60 miliar. Lalu, menjual atau membeli data pribadi dipidana selama 5 tahun atau denda sebesar Rp50 miliar.
Selanjutnya, pidana tambahan perampasan keuntungan dan atau harta kekayaan, pembukuan seluruh atau sebagian usaha korporasi sampai dengan pembubaran usaha korporasi.
“UU PDP merupakan langkah awal dari pekerjaan panjang untuk menghadirkan perlindungan data pribadi yang lebih baik di Indonesia,” ujar Johnny.
Oleh karena itu, ia mendorong seluruh elemen masyarakat untuk bahu membahu untuk menyukseskan implementasi UU PDP ini.