Rumah Cimanggis, Sejarah Depok dan Jejak VOC
Bangunan kuno di di kompleks pemancar Radio Republik Indonesia Sukmajaya, Cimanggis, Depok, Jawa Barat mendadak jadi sorotan. Penyebabnya, rumah yang belakangan dikenal sebagai Rumah Cimanggis itu disebut bakal dirobohkan karena lahannya akan dipakai untuk pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII).
Pemerhati sejarah menolak rencana pemerintah pusat tersebut lantaran tingginya nilai histori pada bangunan tersebut.
Ketua Heritage Depok Community (HDC) Ratu Farah Diba mengatakan, bangunan itu adalah milik petinggi Kongsi Dagang Belanda Hindia Timur atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Rumah Cimanggis diyakini mulai dibangun pada rentang tahun 1771 dan 1775.
"Itu (rumah Cimanggis) punya Albertus van Der Parra dihadiahkan kepada Yohanna van Der Parra, jadi itu rumah peristirahatan," kata Farah kepada CNNIndonesia.com.
Albertus van Der Parra merupakan seorang gubernur jenderal VOC. Sedangkan Yohanna adalah istri kedua dari van Der Parra yang juga merupakan pemilik dari Pasar Cimanggis.
Farah mengatakan, Pasar Cimanggis kini bernama Pasar Pal. Lokasinya sekitar satu kilometer dari Rumah Cimanggis.
Cukup lama Yohanna menempati rumah tersebut hingga akhir hayatnya. Farah mengatakan, setelah Yohanna meninggal, rumah tersebut kemudian diserahkan pada seorang pengusaha bernama David Smith.
Namun setelah David Smith bangkrut, tidak ada catatan terkait siapa pemilik rumah Cimanggis tersebut. Hingga akhirnya pada tahun 1953, rumah tersebut sudah dibalik nama atas nama Samuel de Meyer.
Kemudian, kata Farah, pada tahun 1946-1947, rumah tersebut digunakan sebagai markas Belanda terutama saat agresi militer pertama.
Pascakemerdekaan, di era orde baru, Presiden Soeharto meresmikan tiga pemancar RRI di area tersebut tahun 1964. Bangunan Rumah Cimanggis menjadi bagian kompleks pemancar RRI itu.
Lalu, pada tahun 1978 bangunan tersebut dijadikan menjadi semacam rumah dinas untuk karyawan RRI. Rumah disekat menjadi beberapa bagian untuk ditempati 13 kepala keluarga sebagai rumah dinas.
"Tahun 2002-2003 mulai dikosongkan lagi, itulah akhirnya mulai tidak terpelihara," ujar Farah.
Menurut Farah keberadaan rumah Cimanggis memiliki nilai historis tersendiri bagi kotak Depok. Sebab, keberadaan rumah Cimanggis tersebut dianggap sebagai tanda dibukanya aktivitas ekonomi di Depok.
Farah menceritakan, Pasar Cimanggis yang dimiliki oleh Yohanna, pada zaman Belanda dulu dijadikan sebagai tempat peristirahatan bagi mereka yang tengah dalam perjalanan dari Batavia menuju Bogor.
"Beristirahat di Pasar Cimanggis untuk berganti kuda atau mengistirahatkan kudanya, kemudian membeli kebutuhan di Pasar Cimanggis, artinya membuka kehidupan perekonomian di situ," kata Farah.
Berbagai cerita sejarah dibalik rumah Cimanggis tersebut, kata Farah ia peroleh dari berbagai sumber literatur, di antaranya buku tentang tempat bersejarah di Jakarta karya Adolf Heuken dan buku karya Van der Wal.
Preview |
Farah menuturkan sebenarnya bangunan rumah Cimanggis tersebut baru runtuh dalam beberapa tahun terakhir ini.
Setelah tidak ditempati oleh karyawan RRI, memang bangunan rumah Cimanggis menjadi tak terawat lagi. Namun, kata Farah sampai tahun 2009 bangunan tersebut masih dalam keadaan utuh, dan atapnya pun belum runtuh.
“Cuma memang udah enggak rapi lagi, mungkin karena kelapukan kayu, tapi belum runtuh," katanya.
Baru pada tahun 2011-2012 beberapa bagian dari bangunan rumah Cimanggis mulai roboh. Hingga kemudian tahun 2013, seperempat bangunan rumah Cimanggis runtuh.
"Mulai runtuh semua tahun 2016," kata Farah.
Belum Masuk Cagar Budaya
Meski punya nilai sejarah yang tinggi, namun rumah tersebut saat ini belum berstatus sebagai cagar budaya di Depok. Padahal, jika dilihat dari usianya, bangunan tersebut menurutnya sudah layak disebut bangunan cagar budaya.
Dalam pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, dijelaskan benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, atau struktur cagar budaya apabila memenuhi kriteria berusia 50 tahun atau lebih.
"Selain berusia di atas 50 tahun, bangunan tersebut juga memiliki nilai historis," kata Farah.
Farah menyampaikan rumah Cimanggis telah didaftarkan sebagai bangunan cagar budaya ke Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Banten pada 2011 dengan nomor 009.02.24.04.11.
Preview |
Karena didaftarkan sejak tujuh tahun lalu, Farah membantah jika ada tudingan bahwa keberadaanya sebagai cagar budaya mulai dimunculkan terkait rencana pembanguan UIII.
Namun, sampai saat ini rumah Cimanggis masih belum ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Pasalnya, Pemerintah Kota Depok belum memiliki tim cagar budaya daerah.
Pembentukan tim cagar budaya daerah tersebut juga diatur dalam pasal 31 UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Hal tersebut menjadi salah satu kendala mengapa sampai saat ini rumah Cimanggis masih belum ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.
Padahal, lanjutnya, jika Pemkot Depok belum memiliki tim cagar budaya daerah untuk melakukan observasi dan pendataan terhadap rumah Cimanggis bisa meminta bantuan kepada tim cagar budaya tingkat provinsi.
Nantinya, hasil dari observasi dan pendataan tim cagar budaya tingkat provinsi tersebut bisa diberikan kepada Pemkot Depok sebagai bahan rujukan untuk menilai apakah bangunan tersebut layak ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya atau tidak.