Review FIFA 20: Aku Gagal Puas
-
Uzone.id - Ada dua kelompok untuk game sepakbola seperti FIFA saat ini. Pertama, orang-orang yang tak suka FIFA — biasanya adalah pemain Pro Evolution Soccer (PES)— yang pasti selalu mencela.
Kelompok kedua adalah penggemar game FIFA yang selalu mengeluh kok gak ada perubahan tiap tahunnya.Dulu sih gue bukan di kedua kelompok tersebut, tapi mulai saat ini, tepatnya FIFA 20, gue berada di kelompok yang kedua.
Ada alasan kenapa gue harus berada di posisi kelompok kedua. Tentu saja, karena setelah memainkan game ini dalam kurun waktu hampir seminggu. Berikut hasil review gue soal game FIFA 20.
Gameplay
Baiklah, kita mengerti Electronics Arts (EA), sang pengembang, masih mau mendengarkan umpan balik dari para gamers.
Namun, EA hanya membuat perubahan kecil pada formula terpercaya - metode yang digunakan oleh banyak waralaba dalam dekade terakhir.
Yakni, gameplay rekursif yang tidak berubah dalam waktu yang lama, yang membuat argumen tak berguna seperti ini muncul kembali.
Jadi, kalau kamu adalah sudah terbiasa bermain game FIFA, atau setidaknya FIFA 19 saja, tidak akan merasakan kagok soal gameplay di FIFA 20.
Memang kini memang beberapa wajah pemain top sudah semakin nyata, walaupun bila dibandingkan pun gak beda jauh dari FIFA 19.
Kita sedikit terhibur dengan ragam aksi dari suporter yang makin variatif, riuh stadion juga terasa nyaring di stadion-stadion terkenal ‘angker’ bagi tim lawan.
Volta
Volta adalah mode permainan FIFA Street yang pernah muncul, kemudian hilang dan kini dihidupkan. Ekspektasi besar karena gimmick dari FIFA 20 yang membuat mode permainan itu sangat mengecewakan.
Kebodohan utama Volta adalah berusaha terlalu keras untuk menjadi cool, tetapi hasilnya malah lebay.
Pada model 3v3, misalnya, permainan dikurung dinding di atas, Volta merobohkan FIFA menjadi elemen yang paling sosial dan menarik.
Mendengar bass menggelegar dan menyaksikan perayaan mencolok, dengan ragam sumpah serapah seperti bukan game FIFA.
Bagi gue, Volta cuma jago-jagoan nipu teman pake gaya.
Menghilangkan Alex Hunter di The Journey, kemudian menganti mode cerita di Volta juga adalah KESALAHAN TERBESAR di FIFA 20. Menurut gue.
Career Mode
Untungnya ada hal lain yang berubah drastis ditawarkan melalui FIFA 20, sehingga masih ada tuh kesenangan bisa bermain di game ini.
Ya, sesuai judul di atas, banyak perubahan di Career Mode. Khususnya saat memilih menjalankan jalan cerita sebagai manager.
Satu. Pilihan wajah, fisik dan ras semakin ragam sesuai dengan keinginan kita untuk mengarungi liga yang ketat sebagai manager.
Kedua. Ini spesial, karena menjadi manager di FIFA 20 tidak hanya bisa memilih pria saja, namun juga wanita. Ini oke banget sih.
Ketiga. Ketika kita sudah memilih manager, kita tidak bisa mengutak-atik fisik hingga pakaian. Di FIFA 20, kamu diberi kebebasan sepuas-puasnya, tanpa batas.
Keempat. Ketika melakukan negosiasi, selama ini selalu terjadi di dalam ruangan kantor manager. Tapi hei, di FIFA 20 bisa fleksibel karena menambahkan ruang negosiasi seperti di restoran. Asoy….
Kesimpulan
Secara keseluruhan FIFA 20 tidak berhasil memuaskan penggemarnya, seperti gue yang berharap lebih.
Sukses membeli lisensi mulai dari liga top dunia, Liga Champions Eropa dan Euro League tapi gagal mempertahankan lisensi Juventus, itu adalah noda kecil dari dominasi FIFA 20.
Apakah masih layak dibeli? Masih, tapi nanti saja deh kalau harganya sudah turun.. Hue..he.he.he.