Pertamina Mau Banyak Berkebun untuk Kurangi Impor BBM
Uzone.id - Indonesia masih melakukan impor minyak dan gas yang melebihi angka produksi yang bisa dilakukan di dalam negeri. Untuk mengatasi hal tersebut, Pertamina mencoba mengejar produksi bahan bakar minyak (BBM) biofuel E5.
Hal ini diungkapkan Pertamina dalam Southest Asia-Latin American Dialogues yang berlokasi di INSEAD Hoffmann Institute, Singapura.Dalam acara tersebut, Pertamina mengungkapkan pemerintah Indonesia sedang menghadapi beberapa tantangan di antaranya adalah net importir minyak dan Net Zero Emission 2060. Meskipun sudah terdapat kendaraan listrik, namun elektrifikasi bukan satu-satunya solusi dalam mengurangi emisi karbon.
Sehingga biofuel dan program dekarbonisasi dinilai menjadi solusi tepat untuk menjawab tantangan tersebut. Hadirnya biofuel E5 diharapkan mengikuti jejak biodiesel B35 yang bisa menghentikan impor solar.
"Sejak April 2019 Pertamina sudah tidak lagi mengimpor solar dan avtur. Selain itu B35 juga mampu menurunkan emisi CO2 hingga 32,7 ton pada 2023," ujar Nicke Widyawati selaku Direktur Utama Pertamina dalam keterangan resmi.
Perlu diketahui, biofuel E5 merupakan campuran BBM dengan bioetanol. Kini BBM jenis tersebut sudah dijual denan nama Pertamax Green 95.
Bahan bakar alternatif seperti biodiesel menurut Nicke memiliki kemudahan produksi dan sukses menjadi subtitusi impor. Hal ini tercermin dari pelaksanaan produksi BBM jenis tersebut di Indonesia saat ini.
Ini akan mendorong pembangunan Bioethanol Plants yang tentunya akan turut meningkatkan ekonomi lokal serta menciptakan lapangan kerja," ungkapnya.
Kesuksesan biodiesel akan diulang oleh Pertamina yang diterapkan pada bensin lewat biofuel E5. Pertamina pun akan terus meningkatkan produksinya secara bertahap.
"Kita telah memulai biofuel dengan E5 di beberapa wilayah Jawa yaitu Jawa Timur dan secara bertahap meningkatkannya," pungkasnya.
Nicke menilai diperlukan kerja sama dan transfer pengetahuan dari beberapa pihak dengan mitra bisnis maupun negara lain agar peningkatan produksi biofuel E5 bisa berjalan efektif dan maksimal. Nicke mengatakan terdapat peluang kolaborasi antara Indonesia dan Brasil agar bisa mendukung capaian tersebut.
"Kami ingin belajar secara holistik bagaimana Brasil berhasil mengimplementasikan bioetaol mulai dari proses Plantation, pengembangan Bioethanol Plant, teklnologi, cara menarik investor juga dari sisi regulasi," tutupnya.
Sebelumnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan masih sulit untuk implementasi pencampuran bahan bakar nabati jenis etanol alias bioetanol. Hal ini yang membuat BBM berjenis bioetanol masih sulit untuk diperjual belikan.
Sulitnya implementasi bioetanol karena masih sedikitnya industri tersebut. Sejauh ini industri bioetanol banyak yang memfokuskan produksinya ke kualitas food grade, bukan fuel grade.
Menurutnya diperlukan dorongan dari pemerintah, sehingga industri bioetanol di Indonesia bisa tumbuh lebih cepat dan signifikan. Artinya, perlu adanya pemembangunan ekosistem bioetanol, baik dari segi produksi hingga distribusi.
Dengan demikian, bbm yang dicampur bioetanol bisa terus berlanjut dan menyukseskan program BBM Bioetanol.