Pembubaran BRTI, Menkominfo: Tidak Salahi Aturan Internasional
Foto: dok. Kominfo
Uzone.id -- Presiden Joko Widodo membubarkan 10 lembaga nonstruktural di Indonesia, salah satunya Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, hal ini berlaku efektif sejak diundangkan.“Pembubaran BRTI tidak menyalahi [aturan] secara internasional, karena di Indonesia tetap ada badan regulasi yang dipegang oleh negara. Dalam hal ini adalah Kemenkominfo,” ujar Johnny kepada Uzone.id, Senin (30/11).
Dari paparan Johnny, pemerintah sebagai regulator sejatinya akan bersikap independen terhadap industri, menjunjung tinggi transparansi, dan akuntabilitas sesuai Undang-Undang.
“Kedudukan Independent Regulatory Body dalam best practice internasional berbeda-beda. Ada yang berupa kementerian seperti Jepang, ada juga yang berupa badan sendiri. Dengan pembubaran BRTI, maka tugas, fungsi, dan wewenang beralih ke Kominfo. Dengan demikian, badan regulasi melekat pada tugas fungsi Kemenkominfo,” lanjut Johnny.
Baca juga: Pengamat Tak Setuju Jokowi Bubarkan BRTI, Ini Alasannya
Johnny meyakini keputusan Jokowi ini mendasar pada efektivitas birokrasi yang optimal serta sistem pemerintahan yang efisien.
“[Keputusan presiden ini untuk] Perampingan lembaga-lembaga yang tugas fungsinya tumpang tindih, dan menciptakan sistem pemerintahan yang efisien serta efektivitas birokrasi yang optimal,” tutupnya.
Tanggapan Johnny tersebut seakan menjawab kritik pedas dari pengamat telekomunikasi Heru Sutadi. Executive Director Indonesia ICT Institute itu menilai keputusan Jokowi segera dianulir.
“Mohon Bapak Presiden dapat mempertimbangkan kembali pembubaran lembaga ini yang bukan sekadar ada atau tiada, tapi amanat internasional yang didorong lembaga PBB yang mengurusi telekomunikasi, yakni ITU [International Telecommunication Union] untuk menghadirkan regulator independen telekomunikasi,” tutur Heru saat dihubungi Uzone.id pada Senin (30/11).
Menurutnya, BRTI itu merupakan lembaga jelas yang memiliki sejarah mengapa harus ada di Indonesia. Ia juga mengkritik Jokowi yang seolah tidak mendapat informasi lengkap mengenai sejarah berdirinya sebuah lembaga --dalam hal ini BRTI-- sehingga mudah untuk membubarkannya.
“Membubarkan BRTI bukan hanya soal mencoret lembaga yang dibentuk berdasarkan UU Telekomunikasi, tapi tentu akan menjadi catatan dunia internasional. Tidak ada BRTI, maka Indonesia akan menjadi satu-satunya negara di ASEAN yang tidak memiliki badan regulasi telekomunikasi independen,” tukas Heru.
Baca juga: BPT Turut Dibubarkan Jokowi, Nasibnya Sama Seperti BRTI
Independen yang ia maksud adalah semangat menjawab perubahan iklim bisnis telekomunikasi dari monopoli ke kompetisi yang secara konsep internasional dibutuhkan adanya lembaga pengatur, pengawas, dan pengendali telekomunikasi yang bebas dari kepentingan pemerintah dan pelaku usaha.
Keputusan ini sudah ditetapkan di dalam Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2020 yang diteken pada 26 November 2020.
Di dalam Perpres tersebut, disebut ada 10 lembaga yang dibubarkan oleh Jokowi dengan tujuan efisiensi pelaksanaan urusan pemerintahan.
Selama beroperasi, BRTI berperan dalam melakukan penyusunan dan penetapan ketentuan jaringan telekomunikasi di Indonesia, serta penyelenggaraan jasa telekomunikasi dan pengembangan infrastruktur penyiaran.
BRTI sendiri memiliki fungsi sebagai badan regulator telekomunikasi yang pembentukannya mengacu pada UU No. 36 Tahun 1999.