Pembubaran BRTI: Hilangnya Wakil Masyarakat, Bukan Lembaganya yang Bubar
Ilustrasi menara BTS (Foto: dok. Unsplash)
Uzone.id -- Setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan soal pembubaran 10 lembaga termasuk Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), muncul pro dan kontra. Yang jelas, dari pihak MASTEL mengatakan kalau keputusan ini bukan berarti membubarkan lembaga regulator telekomunikasi.Nonot Harsono selaku Ketua Bidang Infrastruktur Broadband Nasional MASTEL menjelaskan bagaimana BRTI bisa ada secara struktur. Dia mengatakan, BRTI memang dipandang bisa dibentuk karena ada tuntutan global mengenai badan regulasi infrastruktur bagi negara.
Khusus BRTI di Indonesia, menurut Nonot badan ini merupakan peleburan antara pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika ditambah oleh 5 sampai 6 orang profesional yang berasal dari masyarakat.
“Apakah Indonesia benar-benar punya BRTI? Singkatnya itu, BRTI di Indonesia diisi oleh jajaran Kominfo ditambah 5-6 orang unsur masyarakat yang punya latar belakang profesional. BRTI yang kita tahu adalah tiga direktorat jenderal [Ditjen] dari SDPPI, PPI, dan Aptika digabung, lalu ditambah 6 orang dari masyarakat itu tadi. Diberilah ‘baju’ bernama BRTI,” tutur Nonot saat dihubungi Uzone.id, Rabu (2/12).
Dia melanjutkan, “BRTI itu nama saja, atau wadah. Bukan badan terpisah dari Kominfo. Asalnya dipimpin oleh 3 dirjen dari ketiga ditjen tadi. Pimpinan BRTI sendiri disebut KRT, atau Komite Regulasi Telekomunikasi. KRT ini yang menentukan keputusan-keputusan BRTI.”
Baca juga: Pengamat Tak Setuju BRTI Dibubarkan Jokowi, Ini Alasannya
Dari pandangan Nonot, pembubaran BRTI oleh Jokowi tidak perlu sampai dilihat seperti pembubaran sebuah badan sebagai regulator yang tak lagi eksis, sebab masih akan ada Kominfo yang berperan.
“Sekarang BRTI dibubarkan, sebetulnya bukan lembaga atau badannya yang bubar, tetapi ada unsur masyarakat yang lepas atau hilang. Pembubaran BRTI itu tandanya pemerintah kehilangan 6 orang wakil masyarakat tadi, sehingga semuanya menjadi mutlak diurus oleh 3 dirjen Kominfo,” kata Nonot.
Ia kemudian menyambung, “implikasinya mungkin karena keputusan ini mengagetkan, seolah-olah yang bubar adalah regulatornya. Padahal regulator ya tetap Kominfo, yang membedakan nanti kalau terjadi sesuatu, pihak pemerintah murni menjadi satu pihak, tidak melihat pertimbangan-pertimbangan dari masyarakat.”
Meski begitu, kata Nonot, bukan berarti masyarakat lantas menjadi dibungkam atau tak lagi memiliki peran dalam regulasi dan kebijakan soal telekomunikasi di Indonesia.
Justru tetap harus memanfaatkan kesempatan berdiskusi dan ruang untuk memberikan saran, kritik, serta masukan, mengingat industri telekomunikasi sifatnya krusial bagi perkembangan teknologi.
“Masyarakat yang kehilangan kursi di BRTI itu saya harap tetap aktif memberikan masukan melalui pintu lain, melakukan konsultasi publik. Sekarang pemerintah sedang bergelut menyempurnakan UU Cipta Kerja, semoga masyarakat kompak memberi pandangan dan masukan,” tutup Nonot.
Baca juga: Pembubaran BRTI, Menkominfo: Tidak Salahi Aturan Internasional
Sebelumnya, pembubaran BRTI ini mendapat kritik pedas dari pengamat telekomunikasi Heru Sutadi.
“Membubarkan BRTI bukan hanya soal mencoret lembaga yang dibentuk berdasarkan UU Telekomunikasi, tapi tentu akan menjadi catatan dunia internasional. Tidak ada BRTI, maka Indonesia akan menjadi satu-satunya negara di ASEAN yang tidak memiliki badan regulasi telekomunikasi independen,” kata Heru kepada Uzone.id belum lama ini.
Dia bahkan berharap keputusan pembubaran tersebut bisa dianulir oleh presiden dan dapat menghadirkan badan atau komisi multimedia Indonesia di mana sektor telekomunikasi menjadi bagiannya agar ada penguatan.
Keputusan ini sudah ditetapkan di dalam Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2020 yang ditandatangani pada 26 November 2020. Di dalam Perpres tersebut, disebut ada 10 lembaga yang dibubarkan oleh Jokowi dengan tujuan efisiensi pelaksanaan urusan pemerintahan.
Selama berdiri, BRTI berperan dalam melakukan penyusunan dan penetapan ketentuan jaringan telekomunikasi di Indonesia, serta penyelenggaraan jasa telekomunikasi dan pengembangan infrastruktur penyiaran.
“Pembubaran BRTI tidak menyalahi [aturan] secara internasional, karena di Indonesia tetap ada badan regulasi yang dipegang oleh negara. Dengan pembubaran BRTI, maka tugas, fungsi, dan wewenang beralih ke Kominfo. Dengan demikian, badan regulasi melekat pada tugas fungsi Kemenkominfo,” ujar Menkominfo Johnny G. Plate kepada Uzone.id, menjawab soal nasib kelanjutan peran BRTI.