Home
/
Technology

Pembajakan Software di Indonesia Lebih Buruk dari China

Pembajakan Software di Indonesia Lebih Buruk dari China

Tim31 October 2018
Bagikan :

Business Software Alliance menilai pembajakan di Indonesia hanya turun 1 persen yakni dari 84 persen ke 83 persen karena penegakan hukum yang minim terhadap hak cipta.

"Hukum di Indonesia sudah ada, hanya saja penegakannya yang masih kurang," jelas Tarun Sawney, Senior Director, Business Software Alliance, organisasi yang mengkampanyekan penggunaan peranti asli, saat ditemui di kantor Microsoft di Singapura, Selasa (30/10).

Pengurusan dan pengaturan soal hak cipta di Indonesia ditangani oleh Direktorat Jenderal HAKI Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun, BSA menilai belum ada perangkat hukum khusus yang ditujukan untuk menindak pelaku pelanggar aturan tersebut.


Angka penurunan penggunaan software bajakan di Indonesia bahkan lebih buruk dari rata-rata Asia Pasifik yang turun 4 persen ke angka 57 persen dari 61 persen pada 2015.

Hal ini terungkap dari survey yang dilakukan BSA terhadap survey BSA 2017 Global Software Survey yang dilakukan bersama IDC. Survey ini dilakukan di 110 negara dengan lebih dari 22.500 responden pengguna PC dan 2.300 pembuat kebijakan di bidang TI.

Pembajakan Software di Indonesia Lebih Buruk dari China
Preview
Foto: REUTERS/Lucy Nicholson


Pengadilan Hak Cipta

Sawney lantas membandingkannya dengan beberapa negara tetangga seperti China, Thailand, dan Vietnam. Ketiga negara ini sudah memiliki pengadilan hak cipta sehingga mengurangi tingkat pembajakan.

Dia menuturkan China menjadi negara dengan penurunan pembajakan tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Negara itu berhasil menurunkan 26 persen tingkat pembajakan di negara mereka.

Pembajakan yang dimaksud menurut Sawney tidak terbatas pada kasus pembajakan dari software perusahaan multinasional semata. Dalam kasus China, seringkali kasus pembajakan dan pelanggaran hak cipta yang terjadi adalah antar sesama perusahaan China sendiri.


"China mulai berkembang dari negara yang meniru menjadi negara yang menciptakan sendiri. Terutama dengan makin berkembangnya startup di negara itu," jelas Jared Ragland, Senior Director, Policy, Asia Pacific ditemui dalam kesempatan yang sama.

Hal serupa nampak di Vietnam. Negara ini juga menempati persentase pengurangan pembajakan tertinggi kedua dari negara Asia Pasifik lainnya dengan 18 persen dalam 15 tahun terakhir.

Setelah Vietnam, terdapat India (17 persen), Singapura (16 persen), dan Korea Selatan (16 persen), yang menjadi lima besar negara dengan persentase pengurangan pembajakan tertinggi.


Lebih lanjut Raglan menekankan pentingnya pengadilan hak cipta di negara-negara dengan pembajakan yang tinggi. Sebab menurutnya, hak cipta perlu penindakan dan pengetahuan tersendiri.

"Pengadilan biasa seringkali tidak dilengkapi dengan pengetahuan dan prioritas atas bidang ini," tambahnya.

Selain pengadilan, baik Sawney dan Raglan juga menegaskan perlunya polisi yang juga khusus menangani hak cipta.

Meski keduanya mengakui bahwa Indonesia sudah memiliki Bareskrim Cyber Polri, namun untuk penindakan yang lebih agresif perlu membentuk bagian tersendiri seperti yang dilakukan China dan Vietnam.

Berita Terkait

populerRelated Article