Netflix dkk Diminta Kerja Sama dengan Operator, Jangan Cuma Kena PPN
Uzone.id -- Berbicara soal kehadiran layanan over-the-top (OTT) di Indonesia seperti Google, Facebook, Twitter, Netflix, dan Spotify, rasanya memang tidak pernah habis sebab seringkali dikaitkan dengan kontribusinya untuk negara, atau minimal penyedia infrastruktur jaringan seperti operator seluler.
Menurut Direktur Wholesale & International Service Telkom, Dian Rachmawan, ada beberapa hal yang perlu disorot agar operator bisa mendapatkan peluang bisnis dari layanan OTT yang mayoritas berasal dari luar negeri.“Jika melihat dari implementasi di Amerika Serikat, contohnya Netflix itu dipaksa agar bisa pairing dengan perusahaan lain seperti Verizon dan lainnya karena ingin menjadi negara net neutrality. Negara sampai mengeluarkan aturan seperti itu, jadi menurut saya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di Indonesia,” tutur Dian saat webinar i-comM yang bertajuk Pancasila Sakti: Berkolaborasi Memaksimalkan Peluang OTT untuk NKRI, Kamis (1/10).
Baca juga: 2024, TelkomGroup Targetkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri Capai 43 Persen
Dia melanjutkan, “apa semua OTT harus kerja sama dengan perusahaan telko? Tidak, hanya OTT yang merusak sendi-sendi kedaulatan telko saja. Pertama itu, OTT komunikasi. Kedua, OTT streaming.”
Menurut Dian, layanan OTT yang bergerak di bidang komunikasi sudah mengubah kebiasaan masyarakat yang tadinya mengandalkan panggilan via telepon, teks SMS menjadi serba virtual dengan video call dan chatting online.
OTT asing seperti WhatsApp dan lainnya menurut Dian harus diatur soal kerja sama bisnis dengan pihak operator.
“Kalau OTT streaming, ini juga sudah menghantam dan mendisrupsi dunia hiburan seperti televisi dan media. Layanan seperti Netflix, YouTube, Apple TV, dan yang terbaru Disney+ itu. Misalnya Netflix, ya jangan cuma di Singapura, ayo sini duduk di CDN [Content Delivery Network] kita. Tidak akan mematikan mereka kok, mereka juga berbisnis di sini,” imbuh Dian.
Dian menuturkan, layanan OTT streaming cukup membuat industri telekomunikasi menderita. Dia kemudian berkaca ke pemerintah Eropa dan Australia yang mengatur kualitas Netflix agar tidak sampai High-Definition (HD) demi menjaga kuota atau jaringan data agar tidak terlalu boros.
Baca juga: Pajak Netflix cs, Bisa Tiru Tegasnya Singapura
“Jadi kerja sama telko dengan OTT seperti Netflix ini masih buntu sebenarnya, subscriber mereka meledak terus, tapi kami sebagai telko malah berada di garda depan untuk selalu memberikan jaringan terbaik,” kata Dian.
Dia menambahkan, “kami ingin regulator punya keinginan untuk mengintervensi soal OTT ini karena masih spesifik kok, tidak semua OTT, terutama mereka yang yurisdiksi global agar ditarik ke yurisdiksi lokal. Jangan cuma dibebani PPN saja, itu bahkan pelanggan yang bayar.”
Dian berharap jika pemerintah tergerak untuk segera menggodok secara detail dan mengesahkan aturan OTT asing di Indonesia, pada akhirnya layanan seperti Netflix, Google, Facebook dan lainnya tidak perlu sampai membangun BUT (Bentuk Usaha Tetap).
“Tidak usah sampai bangun BUT segala amcam, yang penting ada direct pairing, persetujuan bisnis yang diletakkan di sana,” tutupnya.