Memprediksi Juara Piala Dunia Berdasarkan Ranking FIFA
Ada pameo abadi soal dunia sepak bola: Bola itu bundar!
Pengertiannya kurang lebih demikian: selalu ada semacam faktor X yang membuat hasil pertandingan berpotensi mengejutkan. Hitung-hitungan di atas kertas bisa dibuat, tapi selalu ada kemungkinan gagal.
Sebutlah cerita tim nasional Inggris pada Piala Dunia 1950. Saat itu Inggris kalah satu gol dari Amerika Serikat. Inggris adalah tim favorit, saat itu sudah memiliki kompetisi sepakbola yang berusia lebih dari setengah abad. Sedangkan pemain Amerika Serikat saat itu hanyalah para amatir yang berlatarbelakang profesi macam-macam, dari tukang pos hingga pekerja pabrik.
Intinya, tidak mudah membuat prediksi pertandingan sepakbola. Olahraga ini punya variabel kompleks. Ada beragam faktor yang bisa berperan dan menentukan hasil akhir. Termasuk dalam menebak siapa yang akan menjadi juara di Piala Dunia.
Menjelang Piala Dunia, spekulasi dan prediksi selalu muncul. Bahkan spekulasi dan prediksi itu menjadi gimmick yang menghidupkan penyelenggaraan turnamen. Mulai dari prediksi yang mencoba menggunakan alat ukur ilmiah, katakanlah statistik, hingga sekadar untuk hiburan.
Pada Piala Dunia 2014, Goldman Sachs turut bertaruh dengan mengandalkan analisis dari berbagai disiplin. Bank itu menjagokan tuan rumah Brasil sebagai juara. Goldman Sachs disebut menggunakan pakar-pakar, seperti legenda Jerman Franz Beckenbauer, hingga pemain sepakbola professional dari Chelsea (Oscar, Ramires, William dan David Luiz). Juga melibatkan Angel Ubide dari firma manajemen investasi DE Shaw. Pakar-pakar itu memberikan insight dan menjelaskan konteks tertentu untuk membantu Goldman Sachs mengambil pilihan.
Hasilnya menyedihkan. Jangankan juara, sekadar lolos final pun bahkan Brasil tak sanggup. Mereka dipermalukan oleh Jerman di laga semifinal dengan skor menyedihkan: 1-7.
Membaca Peluang Pemenang Melalui Ranking FIFA
FIFA punya database yang menarik untuk dilihat. Ia punya data ranking sepakbola antarnegara secara lengkap sejak 1993. Ranking, atau Indeks FIFA ini, menerapkan semacam sistem poin sebagai alat ukurnya.Sistem ini digunakan dengan poin berdasarkan hasil dari semua pertandingan internasional yang diakui FIFA. Melalui sistem itu, kinerja tim selama empat tahun terakhir, dengan hasil yang lebih baru dan pertandingan lebih signifikan yang lebih berbobot, dianggap mencerminkan kondisi kemampuan (performance) suatu tim nasional.
Temuan Saumik Paul dan Ronita Mitra (2008) dalam artikel berjudul “How Predictable are the FIFA Worldcup Football Outcomes? An Empirical Analysis” menyebutkan tim dengan ranking FIFA lebih tinggi punya tren untuk menang. Namun, mereka menggarisbawahi, sejak diperkenalkan, ranking FIFA sendiri acap jadi perdebatan. Hasil Piala Dunia sering tidak sejalan dengan urutan peringkat dalam ranking FIFA.
Sejak ranking FIFA mulai diperkenalkan, sudah enam Piala Dunia yang digelar. Dari Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat hingga Piala Dunia 2014 di Brasil.
Timnas yang menempati ranking FIFA pertama saat Piala Dunia berlangsung tidak lantas menjadi pemenang Piala Dunia. Hanya sekali terjadi timnas yang menempati ranking FIFA berhasil menjadi juara Piala Dunia yaitu timnas Brasil pada Piala Dunia 1994. Timnas yang menempati ranking kedua FIFA pun tidak menjadi runner-up Piala Dunia.
Pola lain yang cukup menarik adalah tim yang menjuarai Piala Dunia selalu memiliki ranking FIFA lebih tinggi ketimbang runner-up. Pengecualian terjadi pada piala dunia 1998 dan 2006.
Timnas Brasil yang masih menempati ranking pertama pada 1998 ternyata hanya menjadi runner-up Piala Dunia 1998. Uniknya, Brasil kalah dari tuan rumah Prancis yang hanya menempati ranking ke-18. Italia juga memiliki ranking FIFA lebih rendah dari Prancis saat menjuarai Piala Dunia 2006 usai mengalahkan Zidane, dkk., melalui adu tendangan penalti.
Rumpf MC dkk., (2017) mungkin dapat membantu memahami anomali itu. Mereka membaca analisis kinerja teknis dan fisik antara tim menang dan kalah dalam pertandingan Piala Dunia 2014 di Brasil. Dalam artikel berjudul “Technical and Physical Analysis of the 2014 FIFA World Cup Brazil: Winners vs. Losers”, mereka melihat bahwa kinerja teknis berperan dalam hasil akhir pertandingan.
Salah satu parameternya adalah ketajaman mencetak gol. Tim yang mencetak gol lebih banyak sepanjang turnamen punya porsi penting menentukan hasil akhir di turnamen. Selain itu, jumlah kartu kuning yang lebih rendah juga dapat berpengaruh terhadap pertandingan.
Statistik FIFA mencatat, rata-rata gol per pertandingan selama piala dunia 1998 itu adalah 2,7. Rataan gol yang dicetak Perancis untuk adalah 2,14 per laga, sedangkan Brasil hanya mendapatkan rataan 2 gol per laga.
Timnas Perancis juga tercatat lebih rendah kemasukan gol daripada Brazil. Perancis hanya kemasukan 2 gol selama Piala Dunia, sementara Brasil total kemasukannya mencapai 10 gol. Untuk performa kartu kuning, baik Perancis dan Brasil, sama-sama mendapatkan jumlah yang sama, 12 kartu. Artinya penilaian soal kartu kuning tidak dapat dibaca untuk kasus ini.
Untuk kasus 2006, statistik FIFA mencatat hal serupa. Rataan gol per pertandingan Italia jauh di atas Prancis. Italia mencetak 1,71 gol per pertandingan, sementara Perancis hanya 1,29 gol per pertandingan. Selain itu, Italia mendapat jumlah kartu kuning lebih sedikit daripada Perancis. Italia tercatat mendapatkan total 11 kartu kuning, sedangkan Prancis mendapatkan 12 kartu kuning.
Statistik Juara Ketiga dan Keempat Piala Dunia
Lalu bagaimana dengan peringkat ketiga dan keempat di Piala Dunia? Apakah timnas dengan ranking FIFA lebih tinggi memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan peringkat yang lebih tinggi pula di Diala Dunia?
Melihat data enam Piala Dunia terakhir, hasilnya tidak jauh berbeda dengan analisis timnas yang menjadi juara dan runner-up. Ranking FIFA lebih tinggi sebelum Piala Dunia berlangsung berpeluang mendapatkan peringkat lebih tinggi pula di Piala Dunia. Meskipun, lagi-lagi, terdapat dua pengecualian: Pada Piala Dunia 2006 di Jerman dan Piala Dunia 2014 di Brasil, ranking FIFA lebih rendah malah berhasil mendapatkan peringkat ketiga.
Pada kasus 2006, berdasarkan data statistik FIFA, rataan gol per pertandingan yang dihasilkan Jerman memang lebih tinggi daripada Portugal. Jumlahnya berbeda 2 kali lipat. Jerman mencatat 2 gol per laga, sementara Portugal hanya 1 gol per laga. Jerman juga lebih sedikit mendapatkan total kartu kuning. Jika Portugal total mendapatkan 22 kartu kuning selama Piala Dunia 2006 berlangsung, Jerman hanya meraih 12 kartu.
Sementara pada Piala Dunia 2014, data statistik FIFA menunjukan Brasil tercatat sebagai timnas dengan kategori “best attacking” (terbaik dalam penyerangan), jauh melampaui tim-tim lainnya. Brasil tercatat mampu menghasilkan 11 gol serta menggagalkan 28 tembakan lawan. Jumlah rataan gol Brasil itu lebih tinggi daripada Belanda yang menjadi juara ketiga Piala Dunia 2014. Brasil tercatat rata-rata 2 gol per pertandingan, sementara Belanda cuma 0,75. Tapi Brasil justru hanya menempati posisi keempat.
Artinya, tidak selalu perfoma juga membantu menjelaskan hasil akhir piala dunia berlangsung. Hal ini sudah diingatkan oleh Saumik Paul dan Ronita Mitra (2008) dalam riset yang sudah dikutip sebelumnya yang mengatakan bahwa "hasil Piala Dunia tidak selalu sejalan dengan urutan ranking FIFA”.
Hanya Eropa dan Amerika Selatan Saja
Brasil merupakan negara yang paling banyak menjuarai Piala Dunia. Mereka berhasil 5 kali menjadi juara yaitu pada 1958, 1962, 1970, 1994, 2002. Brazil jelas berasal dari benua Amerika Selatan. Di belakang Brasil terdapat Italia dan Jerman yang sudah 4 kali menjadi juara. Italia tercatat berhasil menjadi juara pada 1934, 1938, 1982, dan 2006, sedangkan Jerman pada 1954, 1974, 1990, dan 2014.
Setelah itu muncul Argentina dan Uruguay, dua negara dari Amerika Selatan, yang sama-sama sudah dua kali menjadi juara Piala Dunia. Argentina menjadi juara pada 1978 dan 1986, sedangkan Uruguay menjadi juara pada 1930 dan 1950.
Tiga negara lainnya hanya pernah meraih sekali gelar juara Piala Dunia. Inggris meraihnya pada 1966, Prancis pada 1998 dan Spanyol meraihnya pada Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.
Setelah dua puluh kali penyelenggaraan Piala Dunia, negara-negara yang pernah menjadi juara ternyata hanya berasal dari Amerika Selatan dan Eropa saja. Tidak ada dari Afrika, apalagi dari Asia.
Lalu bagaimana dengan Piala Dunia 2018?
Berdasarkan ranking FIFA terakhir per 7 Juni 2018, lima ranking teratas berturut-turut adalah Jerman, Brasil, Belgia, Portugal dan Argentina. Lagi-lagi, pilihannya hanya dari dua benua: Eropa atau Amerika. Tak ada pilihan lain.
Sedangkan tuan rumah Rusia hanya menempati ranking ke-70, yang terburuk dari seluruh peserta Piala Dunia 2018. Agaknya semua hampir sepakat: amat berat bagi Rusia untuk menjadi juara.
Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan menarik lainnya Frendy Kurniawan