Bagikan :

Kota Unik Terapung di Laut Natuna

Susetyo Prihadi28 August 2017

Matahari mulai mengintip dari gumpalan awan yang terlihat dari salah satu daratan di Kepulauan Riau. Sinarnya menembus rumah panggung yang berdiri tegak di atas permukaan air laut.

Canda tawa anak-anak terdengar dari kejauhan, mereka sibuk memasang umpan untuk memancing ikan dengan tali pancing tepat di bawah bangunan kayu yang berdiri tegak di atas laut.

Pulau Bunguran Barat yang beribu kota Sedanau terkenal sejak dahulu terutama bagi para pedagang lintas negara dan lintas daerah serta para pelautnya.

Sebagai ibu kota kecamatan yang terbilang cukup sempit, masyarakat secara swadaya bersama Pemkab Natuna berhasil menyulap laut sebagai bagian dari daratan pulau tersebut. Kini daratan pulau itu bertambah sekitar 2,5 kilometer ke arah laut.

Dari udara, wilayah ini tampak seperti perkampungan terapung di atas lautan Natuna yang sangat luas dan hampir 95 persen rumah berdiri kokoh hanya dengan berbahan kayu dan tertata rapi.

Kecamatan yang memiliki koneksi dengan luar daerah dan luar negeri ini memiliki luas wilayah sekitar 13.559 kilometer persegi dan luas wilayah pulau-pulau yang belum berpenghuni sekitar 13.204 kilometer persegi. Kecamatan ini terdiri dari pulau-pulau kecil yang berada persis di belahan barat Pulau Bunguran besar (Natuna).

Selain terkenal dengan keindahan kotanya yang berada di atas permukaan laut (Kota Terapung), warga Sedanau berprofesi sebagai nelayan yang cenderung untuk pergi memancing dan memanen sumber daya alam laut seperti budidaya ikan Napoleon serta ikan Kerapu.

Perkampungan terapung lainnya juga terdapat di pulau Bunguran Besar di kota Ranai yaitu kampung Penagi yang dulunya merupakan pusat ekonomi masyarakat di Kabupaten Natuna. Kampung ini merupakan pintu masuk ke pulau Bunguran Besar dan kapal-kapal dagang yang melintas laut China selatan, akan singgah ke Penagi sebelum melanjutkan perjalanan ke kawasan lain.

Seiring waktu, perkampungan nelayan ini makin ramai tidak saja dihuni suku Melayu sebagai suku asli, tetapi juga warga China yang datang dari China daratan. Warga China sebagai pendatang ada yang menetap di Penagi ada juga yang melanjutkan perjalanan ke pulau Sedanau.

Kemakmuran Penagi sebagai kawasan bisnis dan pelabuhan saat lampau amat dirasakan masyarakat bahkan jejak-jejak kemakmuran itu hingga kini masih dapat terlihat dari rumah-rumah penduduk di atas permukaan laut yang berada di kampung Penagi.

Namun, kini kampung tua Penagi dengan ratusan rumah panggung di atas air telah sepi dan sunyi. Walaupun suasana Penagi sudah berubah, namun kerukunan masyarakatnya tidak berubah. Dari dulu suku Melayu dan China di Penagi hidup rukun dan damai dengan ditandai rumah ibadah yang berdampingan yakni Kelenteng Pu Tek Chi dan Surau Al-Mukaromah.