Kok Bisa Pengunjung Margasatwa Ragunan Tak Dapat Asuransi?
Insiden pohon roboh di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan, menarik perhatian publik. Pasalnya, pohon yang roboh, pada Rabu (3/4/2019) menimpa lima pengunjung, bahkan seorang di antaranya meninggal.
Peristiwa tersebut juga mengungkap fakta bahwa pengunjung tidak mendapat asuransi ketika membeli tiket masuk. Hal ini dikonfirmasi Kepala Satuan Pelaksana Promosi dan Pengembangan Masyarakat Taman Margasatwa Ragunan, Ketut Widarsana.
Ketut berdalih asuransi tidak diberikan kepada pengunjung lantaran perubahan sistem tiket masuk sejak 2016, yang semula menggunakan kertas atau manual menjadi elektronik atau e-ticketing.
"Jadi [dulu itu] bukti asuransinya berupa kertas sobek [karcis masuk]. Begitu kami menggunakan sistem e-ticketing, kan, sudah tanpa kertas lagi, jadi tidak memungkinkan lagi," kata Ketut kepada reporter Tirto, Kamis (4/4/2019).
Kendati sudah tak lagi memberikan asuransi, menurut Ketut, Taman Margasatwa Ragunan tetap akan bertanggung jawab jika ada pengunjung yang mengalami kecelakaan. "Tapi bukan dalam bentuk asuransi melainkan santunan. Sama saja."
Selain santunan, Ketut mengatakan pengelola juga akan memberikan layanan pengobatan gratis jika ada pengunjung yang mengalami kecelakaan ringan seperti terjatuh dan tergelincir.
Namun, pengelola tidak bisa menjamin bila pengunjung memiliki sakit bawaan dan kambuh sewaktu bertamasya ke Taman Margasatwa Ragunan.
"Kalau pengunjungnya sakit bawaan, misalnya jantung, dan bukan karena faktor yang terjadi di Ragunan, kami tidak bisa berikan," kata Ketut.
Pengunjung Berhak Dapat Asuransi
Salah seorang pengunjung, Nuramalina (35), tak tahu apakah tarif masuk yang ia bayar sudah termasuk asuransi atau belum. Ia berharap pengelola Taman Margasatwa Ragunan memberikan asuransi pada pengunjung yang datang.
Menurut Lina, perlindungan asuransi penting sebagai bentuk tanggung jawab pengelola kepada konsumen. Apalagi saat mengunjungi Taman Margasatwa Ragunan, Lina membawa serta anak-anaknya.
"Harusnya [asuransi] ada, dong. Buat jaga-jaga saja kalau terjadi apa-apa di sana [Ragunan]. Walaupun kami juga berharapnya malah enggak terjadi apa-apa, amit-amit deh," kata Lina kepada reporter Tirto, Kamis (4/4/2019).
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi berpendapat pengunjung bisa menanyakan langsung ke pihak pengelola objek wisata terkait ada atau tidaknya jaminan asuransi. Pengunjung punya hak untuk memastikan hal tersebut.
"Harusnya include asuransi, tanpa ditanya atau tidak. [Termasuk] tarif jasa wisata," kata Tulus.
Tulus menambahkan, pengelola harus bertanggung jawab jika terjadi sesuatu yang menimpa pengunjung. "Dalam konteks UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, kalau pengunjung mengalami kerugian maka pengelola harus memberikan kompensasi atau ganti rugi."
Sementara itu, dalam Pasal 20 huruf f Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan disebutkan, Setiap wisatawan berhak memperoleh "perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang berisiko tinggi."
Aturan ini diperkuat dengan Pasal 26 huruf d di UU yang sama yang menyatakan "setiap pengusaha pariwisata berkewajiban memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan, dan keselamatan wisatawan."
Serta Pasal 26 huruf e menyatakan "setiap pengusaha pariwisata berkewajiban memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata dengan kegiatan yang berisiko tinggi."
Menurut penjelasan Pasal 26 huruf e UU Kepariwisataan, yang dimaksud dengan "usaha pariwisata dengan kegiatan yang berisiko tinggi" meliputi antara lain wisata selam, arung jeram, panjat tebing, permainan jet coaster, dan mengunjungi objek wisata tertentu seperti melihat satwa liar di alam bebas.
Namun, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Edy Junaedi mengatakan Taman Margasatwa Ragunan tidak termasuk usaha pariwisata dengan kegiatan yang berisiko tinggi meskipun terdapat hewan-hewan liar di dalamnya.
Atas dasar itu, Edy mengatakan tak ada kewajiban bagi pengelola Kebun Binatang Ragunan untuk memberikan perlindungan asuransi kepada pengunjung. "Ya berarti memang tidak termasuk," kata Edy kepada reporter Tirto, Jumat (5/4/2019).
Edy mencontohkan destinasi pariwisata yang memiliki risiko tinggi adalah kegiatan wisata di Kepulauan Seribu.
Baca juga artikel terkait KEBUN BINATANG RAGUNAN atau tulisan menarik lainnya Alfian Putra Abdi