Kisah Wiji Thukul dalam Film 'Istirahatlah Kata-Kata'
Wiji Thukul merupakan penyair yang terkenal karena puisinya sarat kritik terhadap pemerintahan dan juga kondisi sosial pada masa Orde Baru.
Puisi yang dibuat oleh laki-laki kelahiran 1963 tersebut membuat penguasa saat itu gerah dan Wiji menjadi satu dari sekian banyak aktivis yang diburu pada pengujung dekade 90.Pada 1998, mendekati detik-detik reformasi, Wiji justru hilang tak tentu rimbanya, hingga kini tak ada yang tahu ke mana hilangnya.
Sejak saat itu hingga kini, banyak karya yang dilahirkan untuk mengenang dan menghormati sosok Wiji, salah satunya adalah sutradara muda Yosep Anggi Noen yang menceritakan masa-masa pelarian Wiji setelah dianggap buron oleh pemerintah pada tahun 1996.
Anggi mengutip salah satu judul puisi Wiji yaitu "Istirahatlah Kata-Kata" untuk menjadi judul film.
Anggi menganggap puisi yang ditulis oleh Wiji pada 1988 tersebut masih relevan dengan situasi sosial politik masa kini.
"Puisi tersebut masih kontekstual dengan wajah demokrasi saat ini, banyak orang yang mengumbar kata-kata seolah demokrasi adalah kebebasan absolut mereka tidak melihat di balik kebebasan itu ada tanggung jawab untuk menjadikan masyarakat yang lebih bermartabat," kata pria yang akrab disapa Anggi itu.
Dalam film tersebut Anggi tidak menitikberatkan kegarangan Wiji Thukul dalam mengkritik pemerintah, dia memilih untuk merepresentasikan Wiji sebagai manusia biasa, yang memilki rasa takut, kesepian dan rindu pada keluarganya saat dia berusaha melarikan diri ke Pontianak.
"Wiji Thukul itu orangnya menarik, anaknya pernah bilang seperti ini: 'Bapakku seperti puisi, singkat dan misterius'. Artinya Wiji Thukul itu tokoh yang riang, lucu, agitatif, sangat cerdas, dia juga membca banyak buku, haus ilmu, tapi di sisi lain dia kesepian. Ruang sepi itu yang saya coba bangun. Dalam kesepian itu kompleksitas manusia muncul seperti rasa takut, apalagi jika sendiri dalam status sebagai buronan. Perasaan seperti itu yang saya coba hadirkan," kata Anggi.