Home
/
Lifestyle

Kisah Pedagang Parsel Lebaran: Penjualan Sepi Usai Kerusuhan 22 Mei

Kisah Pedagang Parsel Lebaran: Penjualan Sepi Usai Kerusuhan 22 Mei
Vincent Fabian Thomas04 June 2019
Bagikan :

“Biasanya habis pilpres ramai. 5 tahun yang lalu begitu. Tapi kok ini malah sepi,” ucap seorang pedagang parsel bernama Yanti (61 tahun) di dalam kios sederhananya di gang menuju Pasar Kembang Cikini, Jakarta Pusat.

Yanti berdiri di antara tumpukan parsel beragam jenis. Dari parsel yang berisi makanan ringan seharga Rp300 ribuan, peralatan makan pecah belah, hingga parsel dengan kaligrafi bertuliskan huruf Arab yang dapat dibandrol Rp1,2 juta.

Kios Yanti adalah salah satu dari puluhan toko parsel yang buka dan melimpah ruah di seberang Stasiun Cikini saat reporter Tirto menyambanginya, Rabu (29/5/2019) siang.

Yanti dan keluarganya sudah berbisnis parsel musiman sejak tahun 2000. Namun, pada Lebaran 2019 kali ini ia mendapati penjualan sedang lesu. Berdasarkan pengalamannya, penjualan seharusnya tetap stabil kendati tahun politik.

Sayangnya, hingga Rabu, 29 Mei 2019, misalnya, ia baru menjual 70 pieces (pcs) parsel jenis makanan maupun barang pecah belah. Padahal biasanya ia sudah mampu menjual lebih dari 100 pcs.

Ketika lebaran identik dengan banyaknya permintaan parsel, Yanti terheran dengan kondisi ini. Ia pun menduga bila kerusuhan yang sempat terjadi selama 21-22 Mei lalu turut menyebabkan dagangannya sepi.

“Ini enggak naik ya [penjualan]. Malah turun dari tahun kemarin. Pas 3 hari kerusuhan lagi panas-panasnya enggak ada pembeli padahal saya buka 24 jam,” ucap Yanti.

Irwan (41 tahun) yang juga berdagang parsel di lokasi yang sama mengaku mengalami hal serupa. Kepada reporter Tirto, ia mengeluhkan penjualan parselnya yang merosot di Lebaran 2019.

Irwan yang baru dua tahun mengikuti jejak bisnis parsel keluarganya merasakan betul bedanya dari tahun sebelumnya. Ia menjual aneka parsel mulai dari Rp300 ribu hingga yang bernilai Rp2,5 juta untuk parsel setinggi orang dewasa.

Irwan yakin gejolak politik di 2019 ini menjadi salah satu sebab di balik penurunan omzetnya. Terutama saat hasil pemilu kemarin berujung pada kerusuhan di sejumlah titik di Jakarta. Kendati jauh, ia mengaku dagangannya sepi pembeli.

Di samping itu, Irwan juga menyebutkan pembatasan akses media sosial oleh pemerintah kemarin juga turut menekan penjualannya. Pasalnya, penjualan parsel, kata Irwan, sangat bergantung pada pengiriman gambar dan foto produk terutama saat pembeli sedang tidak berkunjung ke tokonya.

“Ini berasa banget. Bukan pribadi saja, tapi [pedagang] dari ujung-ujung sana juga. Insiden kemarin [kerusuhan] sempat bikin kami beku enggak jualan. Sepi jadi hilang komunikasi sama pelanggan,” ucap Irwan.

Irwan mencontohkan biasanya ia sudah mendapat pesanan pada minggu pertama dan kedua bulan puasa. Namun, kali ini pesanan baru mulai berdatangan pada 19 Mei 2019. Jumlahnya pun baru dua buah struk yang nilainya mencapai Rp13 juta rupiah.

“Sekarang makin ke sini kegencet. Udah H-1 mudik belum ada lagi pesanan. Tapi enggak tahu nih serangan fajar pembeli mungkin ada pas sudah dekat-dekat,” ucap Irwan berharap.

Akibat situasi ini, Irwan mengaku hanya membuat parsel dalam jumlah terbatas. Selebihnya, ia memilih mengandalkan pesanan maupun pelanggan. Sebab, ia khawatir bilamana saat penjualan lesu, banyak yang tidak laku.

“Kami khawatir omzet di pasarnya merosot total. Kami lagi enggak bikin banyak,” ucap Irwan.



Pedagang Parcel Lebaran

Lesunya penjualan di Cikini ternyata juga dialami oleh Andri (57 tahun), pedagang Pasar Senen Blok III. Ia mengatakan penjualan parsel kendati sifatnya musiman memang tengah melambat.

Kepada reporter Tirto, Andri mengaku sudah menjual parsel sejak tahun 2010. Dagangan parsel miliknya saat ini lebih sebagai pelengkap dagangan yang bagi pelanggan sekiranya mau membeli sembari mencari bahan kebutuhan pokok.

“Belum ada yang beli. Lagi sepi. Ini tambahan saja sih jualannya pas musiman saja,” ucap Andri yang memiliki kios sembako.

Meskipun penjualan parsel umumnya sedang lesu, Andri juga menganggap kebijakan pemerintah yang melarang pemberian dari dan ke Aparatur Sipil Negara (ASN) juga turut berdampak. Akibat larangan itu, kata Andri, sedikit banyak penjualan parcel turut terpengaruh.

“Sekarang enggak boleh ya ngasi-ngasi. Kalau pejabat pemerintah, kan, enggak boleh. Karena larangan itu jadi lesu,” ucap Andri.


Baca juga artikel terkait LEBARAN 2019 atau tulisan menarik lainnya Vincent Fabian Thomas

populerRelated Article