Kim Kataguiri: Youtuber yang Sukses Jadi Politikus
Sao Paulo, Agustus 2013. Kim Kataguiri tengah mengikuti kelas ekonomi di kampusnya. Semula suasana kelas berlangsung normal belaka. Hingga tiba ke suatu pembahasan mengenai kebijakan pemerintah, Kim mulai merasa gelisah.
Kala itu sang dosen mengatakan, program transfer tunai berhasil mengangkat jutaan warga Brasil dari kemiskinan. Program yang dimaksud sang dosen adalah ‘Bolsa Familia’—kelak menjadi acuan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Indonesia—yang pertama kali dicanangkan oleh pemerintahan Lula da Silva pada 2003 dan merupakan bagian dari program jangka panjang dalam mengentaskan kemiskinan, kelaparan, serta tingkat pendidikan di Brasil yang dinamakan ‘Fome Zero’.
Ada beberapa catatan bagi penerima bantuan ‘Bolsa Familia’: (1) Keluarga yang menerima uang tunai wajib berkomitmen untuk menjamin anak-anak mereka bersekolah di sekolah gratis milik pemerintah; (2) Anak-anak harus hadir dalam berbagai program kesehatan rutin; (3) Siswa mendapat asupan makanan yang bergizi sekaligus rutin di sekolah.
Sang dosen memang tidak asal bicara. Berdasarkan laporan Guardian pada 2010, misalnya, sejak kebijakan tersebut dijalankan, sebanyak 12 juta keluarga telah ikut bergabung dan menerima sejumlah uang minimum (sekitar $12 per bulan). Hasilnya, angka ketimpangan telah dipangkas hingga 17 persen hanya dalam waktu lima tahun.
Tingkat kemiskinan pun juga turut menurun dari 42,7 persen menjadi 28,8 persen. Riset dari jurnal BMC International Health and Human Rights (PDF, 2014) juga menjelaskan keberhasilan ‘Bolsa Familia’ di ranah kesehatan.
Namun fakta tersebut rupanya tidak diyakini Kataguiri. Dalam wawancaranya dengan TIME, Kataguiri, yang ketika itu masih berusia 17 tahun, mengenang hal tersebut: "Sepertinya [klaim] itu salah. Tunjangan keluarga mungkin diperlukan, tetapi tetap saja hal itu memiliki kekurangan dan alasan utama mengapa pertumbuhan ekonomi kita meningkatkan adalah karena ledakan komoditas dan hubungan kita dengan China."
Kataguiri pada akhirnya memang tidak membalas langsung omongan dosennya tersebut. Namun, bukan berarti ia melupakannya. Ia menempuh jalur lain untuk menyuarakan pendapatnya: membuat video di Youtube yang belakangan justru menjadi viral.
“Itu adalah ketika saya menyadari bahwa saya dapat menggunakan internet untuk mempertahankan nilai pasar bebas."
Sejak saat itu, Kataguiri dikenal sebagai seorang Youtuber yang kerap membuat video politik. Kadang ia mengeluarkan video satir, kadang merupakan hasil analisisnya. Apapun itu, sejak Oktober 2018 lalu, Kim yang kini baru berusia 22 tahun telah terpilih menjadi anggota dewan di Brazil untuk periode 2019-2022. Ia meraih 465,310 suara, tertinggi ke empat di Brazil.
Catatan khusus: ia adalah anggota dewan termuda sepanjang sejarah Brasil.
Menggugat Lewat Free Brazil Movement
Popularitas Kataguiri mulai menanjak tatkala ia membuat gerakan ‘Movimento Brasil Livre’ (MBL)—dalam bahasa Inggris berarti ‘Free Brazil Movement’—pada 2014 di Sao Paulo.MBL secara sederhana adalah gerakan yang didominasi anak muda konservatif dan libertarian yang pro-pasar bebas. Mereka mendaku diri sebagai ‘Brazilian Tea Party’—merujuk kepada peristiwa ‘Boston Tea Party’ pada 16 Desember 1773, ketika masyarakat Boston melakukan protes dan menolak cukai teh yang diberlakukan koloni Inggris.
Dalam manifestonya, ada lima tuntutan MBL: (1) Pers bebas dan independen; (2) Liberalisasi ekonomi; (3) Pemisahan kekuasaan; (4) Pemilihan yang bebas dan terbuka; (5) Mengakhiri subsidi langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan kediktatoran.
Mereka juga cenderung menentang gagasan sosial-liberal seperti hak-hak reproduksi perempuan, upaya kesetaraan gender, serta peraturan yang longgar terkait konsumsi narkotika. Dari konteks ini, dapat dikatakan bahwa MBL adalah gerakan sayap kanan para milenial Brasil.
Bahkan, tak sedikit pula yang menganggap Kataguiri seperti Milo Yiannopoulos dan akun Youtube-nya seperti Breitbart. Kataguiri sendiri memang tak sekali dua berkonflik dengan para aktivis kiri. Ia, misalnya, pernah diserang karena menyamakan feminis dengan ramen instan.
“Mereka dapat disiapkan cukup dalam tiga menit dan kalian hanya bisa mendapatkannya di kampus,” ujarnya kala itu.
Tujuan awal dari MBL adalah mendakwa Dilma Rousseff, bekas presiden Brazil sebelumnya yang juga anggota Partai Kelas Pekerja, agar bertanggung jawab karena dinilai gagal menghentikan korupsi yang mencapai $2 miliar di perusahaan minyak dan gas milik negara, Petrobras.
Selain itu, Kataguiri mengatakan bahwa MBL “ingin meliberalisasi negara, pajak yang rendah, memangkas birokrasi, serta memprivatisasi seluruh perusahaan publik.”
Kataguiri tidak main-main dengan tuntutannya, terutama terhadap Rousseff. Pada 15 Maret 2015, lebih dari satu juta orang di berbagai kota turun ke jalan menuntut Rousseff. Sementara di Sao Paolo, sekitar 200.000 demonstran di hari yang sama. Berdasarkan jumlahnya, itu merupakan demonstrasi terbesar sepanjang sejarah Sao Paulo.
Mayoritas dari demonstran tersebut membawa spanduk bertuliskan: "Less Marx, More Mises". Marx merujuk kepada Karl Marx, yang merupakan representasi simbolik dari ideologi pemerintahan sayap kiri di bawah Rousseff. Sementara Mises adalah potongan nama dari Ludwig von Mises, ekonom Mazhab Austria yang juga seorang anti-Marxis.
Dan menurut klaim surat kabar lokal, Folha de S.Paulo, demonstrasi gigantis tersebut merupakan andil dari Kataguiri dan MBL. Mengetahui hal tersebut, si dedengkot gerakan itu tidak berusaha rendah hati. Justru sebaliknya, dengan pongah ia sesumbar:
“Kami adalah jaringan politik terbesar di internet.”
Political Vlogger sebagai Karier Politik
Youtuber kerap memiliki stereotip yang persis satu sama lain.
Anak muda berusia 15-20an tahun, (tampak selalu) ceria, dan kategorisasi kontennya tak jauh dari kehidupan sehari-hari (“daily vlog”), “prank” (mengerjai seseorang dengan maksud bersenda gurau belaka), “unboxing” (membuka bungkusan barang yang menarik), plesiran, otomotif, atau “mukbang” (menyantap makanan dalam porsi jumbo dengan ekspresi selahap mungkin).
Nyaris tak pernah ada Youtuber yang secara sadar membangun citra dirinya dengan konten politik.
Tentunya hal itu sama sekali tidak masalah. Ketika televisi selalu menayangkan perdebatan politik (maupun acara lain) yang kian lama kian menjemukan, sementara media sosial lain kerap menjadi sarang hoaks, Youtube(r) adalah alternatif hiburan yang amat menjanjikan.
Mungkin karena menyadari betapa kurangnya konten politik di kanal mereka, Youtube kemudian membuat sebuah laman khusus yang dinamakan YouTube for Government. Sesuai namanya, laman ini dirancang khusus bagi pemerintah untuk mengunggah program-program mereka dalam bentuk audio visual dan, harapannya, dapat melibatkan komunitas terkait. Barack Obama dan Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai contoh, pernah memanfaatkan layanan ini.
Kataguiri adalah persona berbeda yang lahir dari rahim Youtube. Terlepas dari bagaimana corak politik yang ia bawa, Kataguiri berhasil memanfaatkan internet untuk membuktikan bahwa perpaduan antara generasi milenial dan teknologi betul-betul dapat mengubah sikap apolitis anak muda. Dalam konteks ini, anak muda di Brasil.
"Saya muncul melalui internet, dan saya memiliki harapan besar bahwa internet dapat berdampak serius pada dunia politik dan dapat membawa perubahan. Ini dapat meningkatkan pengetahuan, partisipasi, dan transparansi dalam politik. Sekarang, politik di Brasil terlihat sangat buruk. Semua orang mencuri. Tetapi, saya berharap bahwa dalam 20 tahun segalanya bisa berbeda. Saya berharap generasi kita dapat mengubah cara melakukan sesuatu.”
Petikan wawancaranya dengan TIME (edisi 27 Oktober 2015) di atas—ia juga termasuk sebagai salah satu anak muda berpengaruh di dunia pada 2015 pilihan majalah tersebut—terdengar klise memang, tapi, apa boleh bikin, ia membuktikan ucapannya.
Ketika ditanya apakah ia tertarik menjadi politikus, Kataguiri kala itu mengatakan dengan mantap: “Saya masih sangat muda. Saya ingin melanjutkan gerakan saya, video-video saya, buku-buku saya. Saya perlu bekerja lebih banyak dan mengembangkan intelektualitas saya sebelum membuat keputusan seperti itu. Saya percaya adalah mungkin untuk menjadi seorang politikus dan tidak korup.”
Cania Citta Irlanie, editor di Geotimes.co.id sekaligus pengampu kanal Geolive ID, memiliki istilah menarik terkait seorang Youtuber yang secara sadar memilih konten politik: “political vlogger”.
“'Political vlogger' itu istilah yang sejajar dengan kategori vlogger lainnya seperti, misal, 'beauty vlogger', 'gaming vlogger', atau 'culinary vlogger'. Intinya, 'political vlogger' itu 'vlogger' yang secara konsisten memproduksi video di kanal Youtube-nya, nggak mesti berbentuk vlog, tapi bertemakan isu-isu politik,” jelas Cania ketika diwawancarai Tirto.
Menurut Cania, “political vlogger” sejatinya beririsan dengan kanal “news personal” yang berbasis jurnalisme seperti Najwa Shihab atau Fransesca Fiorentini (News Broke). Juga dengan kanal opini seperti Asumsi atau juga Geolive. Perbedaan utamanya, “political vlogger membangun perspektif politik berdasarkan kerangka ideologi atau nilai sendiri yang ia dukung.”
Apakah kemudian ke depannya “political vlogger” dapat menjadi batu lompatan bagi seseorang yang hendak merintis karier menjadi politikus? Cania meragukannya, tetapi ia meyakini akan banyak muncul “political vlogger” dan kanal politik lainnya di Youtube. Sebab, “sebagai wadah edukasi, Youtube lebih efektif karena bersifat audio visual daripada 'text base'.”
Jika di Indonesia diprediksi penetrasi “political vlogger” masih berlangsung lamban, tidak demikian halnya dengan Brasil. Kanal MBL, misalnya, kini telah memiliki 1,236,345 "subscribers" seiring dengan terpilihnya Kataguiri sebagai anggota dewan. Kelak, tiap anggota MBL yang menjadi politikus atau yang berafiliasi dengan mereka, diharap untuk membuat akunnya masing-masing. Sebagai informasi, 40 persen pendanaan MBL pun juga didapat dari iklan Youtube.
Arthur Mamãe Falei, salah satu Youtuber Brasil yang juga berafiliasi dengan MBL, kini memiliki 2,255,236 subscribers. Dengan jumlah tersebut, ia menghasilkan $12,000 hanya pada bulan Oktober 2018 saja. Sebab itu pula Falei kemudian dengan jemawa mengatakan kepada Buzzfeed:
“Saya jamin, Youtuber di Brasil jauh lebih berpengaruh ketimbang politikus.”
Baca juga artikel terkait YOUTUBE atau tulisan menarik lainnya Eddward S Kennedy