Home
/
Lifestyle

Ini Penyebab Lelaki Tak Bisa Terima Jika Ditolak Perempuan

Ini Penyebab Lelaki Tak Bisa Terima Jika Ditolak Perempuan
Yazir Farouk22 July 2018
Bagikan :

Penolakan seringkali menimbulkan begitu banyak perasaan, mulai dari kemarahan, keputusasaan, kesedihan dan rasa tak percaya.

Ahli pernikahan dan keluarga, John Amodeo Ph.D., dalam Psychology Today, mengatakan, ketika dihadapkan dengan penolakan, otak manusia akan menjadi berantakan. Sebab, penolakan adalah salah satu ketakutan manusia paling dalam.

Lebih lanjut John menjelaskan, semua orang memiliki kecenderungan biologis untuk memiliki dan dimiliki, baik dalam keluarga, kelompok sebaya, komunitas dan masyarakat luas. Dan, rasa takut ditolak di antara kelompok ini adalah salah satu hal yang membuat setiap orang paranoid.

"Penolakan menegaskan ketakutan terburuk kita, bahwa kita mungkin tidak dicintai atau memiliki 'nilai' yang kecil di mata orang lain. Ketika pikiran berdasarkan rasa takut ini terus berputar dalam pikiran kita, kita akan menjadi gelisah," katanya menjelaskan.

Hal ini juga terjadi dalam hal percintaan, khususnya saat lelaki mengalami penolakan dari perempuan yang mereka dambakan. Setiap lelaki tentunya tak mengharapkan penolakan dari perempuan.

Menurut sosiolog Shiv Visvanathan, lelaki dan perempuan memandang penolakan dengan cara yang berbeda.

"Sampai batas tertentu, lelaki tidak mengharapkan perempuan untuk mengalahkan mereka dalam lingkup apa pun. Dan ketika perempuan memasuki domain baru di mana lelaki menjadi dominan, mereka akan merasa terancam. Dunia baru ini telah membuat para lekaki cemas dan mereka tidak bisa mengatasi hal ini. Oleh karena itu, mereka akan menyerang," ujar dia.

Psikolog klinis, Dr. Rajat Mitra mengatakan kasus kekerasan ekstrim berasal dari ketakutan lelaki kehilangan identitas mereka karena perempuan yang asertif. Asertif adalah prilaku atau sikap dalam mempertahankan sebuah pendapat atau ide dengan cara yang diterima kedua belah pihak.

"Orang-orang yang saya ajak bicara dalam terapi, mereka yang telah melukai, membunuh perempuan dan melakukan kekerasan mengakui bahwa mereka benar-benar takut pada perempuam. Identitas mereka runtuh dan untuk mendapatkan kembali kendali mereka menggunakan kekerasan ekstrim," kata Rajat.

Apalagi menurut Tumpa Mukherjee, asisten profesor sosiologi di Christian College Perempuan, Kolkata, hal ini telah tertanam pada lelaki sejak dulu di mana masyarakat, terutama lelaki percaya pada narasi patriarkal.

"Kebanyakan lelaki dibesarkan untuk mempercayai yang terbaik bagi mereka. Di meja makan, porsi terbaik disediakan untuk ayah atau anak. Mereka belajar sejak dini dari istri-istri mereka, para ibu, bahwa mendapatkan yang terbaik dari segala sesuatu dalam hidup adalah hal yang alami, terutama dari seorang perempuan," katanya menjelaskan.

Rajat mengutip contoh dari kehidupannya di sebuah kota kecil Swiss bernama Appenzell pada 1990-an.

"Masalah ini mengguncang Eropa di era 80-an dan 90-an. Para perempuam Appenzell tidak memiliki peran kunci dalam pengambilan keputusan di tingkat dewan hingga 1992," ujarnya.

Tapi semuanya berubah. Perempuam menjadi tegas, pergi bekerja, menuntut hak-hak yang lelaki anggap biasa saja. Rajat menambahkan, hal yang menggembirakan adalah bahwa orang-orang Swiss ini mengambil pendekatan yang berorientasi solusi terhadap masalah yang mereka hadapi.

"Mereka ingin membahas cara menangani perempuam asertif baru ini dengan mengatakan 'tidak' kepada mereka, dan bernegosiasi lebih baik dengan perempuan ketika menghadapi masalah. Sampai saat itu, konsep negosiasi hampir tidak diketahui," katanya. [TimesofIndia]

 

Berita Terkait:

populerRelated Article