Ini Alasan 5G Bisa Gantikan Manusia dengan Robot di Pabrik
-
Uzone.id - Era pandemi nyatanya turut mendorong tingkat adopsi 5G begitu cepat di Indonesia. Sejarah mencatat, Telkomsel pada awal 2021 membuka pintu gerbang 5G di Tanah Air, jejaknya disusul Indosat Ooredoo dan juga XL Axiata. Dan tentu tak dipungkiri cepat atau lambat, operator lain seperti Smartfren bakal turut mengelar layanan jaringan super cepat tersebut.
Dalam gelaran Indonesia 5G Conference, sesi I yang mengambil tema ‘Eksplorasi Teknologi dan Kasus Penggunaan (use case) Layanan 5G di Berbagai Industri’ ini setidaknya membuka pandangan kita soal potensi 5G sebagai penggerak roda industri.Shurish Subbramaniam, Chief Technology Officer Smartfren dalam sesi tersebut memaparkan, 5G dengan kapasitas yang dimiliki bakal menciptakan industri bergerak jauh ke depan.
Baca juga: Telkomsel Orbit Kini Sudah 5G
“Speed yang dihasilkan bukan main cepatnya, dan very low latency. Sehingga untuk mengaplikasikan robot geraknya akan baik, karena tidak akan ada delay, dan itu sangat baik untuk industri, karena otomatisasi di sisi manufakturing akan berjalan jauh lebih sempurna,” terang Shurish, dalam acara yang digelar SelularID tersebut, Selasa, 26 Oktober 2021.
Kendati demikian tantangan, untuk menggelar 5G yang ideal bagi industri masih terganjal dengan ketersediaan spektrum yang memadai, Shurish dalam hal ini menekankan soal spaktrum ideal 5G yang belum hadir di Indonesia.
“Spektrum 3,5 GHz, 2,6 GHz, atau frekuensi millimeter wave sangat dibutuhkan bagi ekosistem industri. Saya yakin pemerintah sedang bekerja keras untuk menghadirkan spektrum yang ideal 5G di Indonesia,” lanjutnya.
Sementara itu, Indra Mardiatna, Vice President Technology Strategy Telkomsel yang juga hadir dalam ajang tersebut juga menjelaskan, sejauh ini spektum 5G memang belum ideal.
Baca juga: Facebook Mau Singkirkan Orang Tua di Media Sosial
“Tapi bukan berarti tidak bisa menggelar 5G. Analoginya itu spektrum dalam bisnis hotel misal itu tanahnya, ini merupakan fundamental. Lalu 5G sendiri akan lebih efisien dibandingkan 4G. Dan 5G itu lebih tinggi throughput ketimbang 4G,” terang Indra.
Kemudian ia juga berpandangan secara use case, untuk kebutuhan consumer 5G kalah kompleks jika dibandingkan dengan kebutuhan industri, “Memang saya melihat oportunitinya 5G arahnya memang bakal jauh berperan pada transformasi digital dari sisi industri,” paparnya.
Sedangkan untuk menguatkan use case 5G di Tanah Air sendiri tentu dibutuhkan kolaborasi. “Kami percaya kolaborasi melalui skema pentahelix yaitu kolaborasi antara pemerintah, kampus, pengusaha, komunitas dan media sangat dibutuhkan. Kami berharap kita jangan jadi pengguna (5G) saja kedepan, tapi berlanjut lebih jauh dan Indonesia bisa memanfaatkan dengan baik,” ungkapnya.