Iklan Viral, Produk Belum Tentu Terjual
Kemunculan sejumlah iklan viral belakangan ini ternyata dianggap cukup efektif untuk memberikan citra positif bagi perusahaan. Pandangan tersebut diungkapkan Brand Marketing GO-JEK Intan Asmara Dewi, yang beberapa iklan perusahaannya menjadi viral.
"Cukup efektif, terlihat dari peningkatan sentimen positif sejak iklan tersebut diluncurkan. Hal ini juga tercermin dari data kami bahwa persepsi konsumen mengenai GO-JEK sebagai brand yang kreatif," kata Intan saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, beberapa waktu lalu.
Pandangan senada disebutkan oleh perwakilan agensi periklanan PressPlay, Abigail Narulita Rahajeng. Menurutnya, iklan yang viral paling tidak membuat masyarakat mengenal produk tersebut. Meski demikian, menjadi viral tidak serta-merta mendongkrak angka penjualan produk yang diiklankan sendiri.
"Menurut saya tergantung, peningkatan penjualan terkadang bisa saja di awal viral meningkat. Namun, seiring berjalannya waktu, secara realitas bisa saja itu hanya sementara. Tergantung produknya memang secara kualitas baik atau tidak, jika tidak ya akan menurun," ujar Abigail saat dihubungi via telepon.
Ia menambahkan, "Tapi, untuk citra sendiri, iklan viral bisa membuat masyarakat sadar akan keberadaan produk ini."
Pakar komunikasi sekaligus dosen Universitas Gadjah Mada Pulung Setiosuci Perbawani menilai bahwa hingga kini belum ada rumusan pasti apakah iklan viral memiliki pengaruh pada citra produk yang diiklankan.
Menurut Pulung, efek yang ditimbulkan iklan kepada citra maupun penjualan produk masing-masing merek bisa berbeda. Namun, tingkat kesadaran masyarakat akan suatu produk dapat diperoleh jika memperhitungkan konsep atau teori manajemen merek dagang.
"Akan tetapi, ada beberapa pertimbangan yang menjadikan satu kasus berbeda dengan kasus yang lain. Video [iklan] viral itu kan ranahnya di internet. Sementara, tidak semua orang memiliki akses terhadap internet. Maka, bisa jadi brand itu hanya populer di kalangan pengguna internet, akan tetapi sama sekali tidak diketahui oleh publik yang hanya mengakses media massa," kata Pulung yang dihubungi secara terpisah via surat elektronik.
Lihat juga:Peran Vital Media Sosial Bikin Iklan Jadi Viral |
Dia menambahkan, "Oleh karena itu, dari sudut pandang periklanan, jika yang disasar adalah brand awareness, akan lebih ideal jika internet marketing dilakukan secara simultan dengan iklan media massa."
Tak hanya itu, Pulung turut memberi pandangan soal pernyataan yang menyebut ukuran utama keberhasilan iklan bukan penjualan produk, melainkan pengenalan citra. Dia menyatakan bahwa ukuran keberhasilan iklan adalah jika dapat mencapai tujuan periklanan (advertising objective) yang telah ditentukan dan ingin dicapai oleh pengiklan.
"Jadi, pengiklan bisa saja menetapkan objektif iklan untuk peningkatan awareness [pada produk baru atau produk yang diperkenalkan ulang], membangun citra brand, ataupun meningkatkan penjualan. Secara otomatis, iklan dikatakan sukses jika mampu meraih target tersebut," ujarnya.
Lihat juga:Kumpulan Iklan yang Berhasil Viral di 2018 |
Akan tetapi, Pulung menambahkan, citra memang menjadi satu unsur ekuitas merek (brand equity) yang teramat penting. Konsumen pun dilihatnya semakin lama menjadi semakin cerdas dan kritis. Harga murah dan kualitas baik tidak lagi cukup untuk menjadi modal persaingan dengan produk atau merek lain.
"Konsumen mulai mempertimbangkan reputasi, kredibilitas, keunikan, dan kesemuanya merupakan unsur-unsur yang membentuk citra sebuah brand. Oleh karena itu, wajar saja jika sebagian besar pemilik brand akhir-akhir ini menggunakan iklan untuk membangun atau meningkatkan citra brand di benak konsumen," katanya lebih lanjut.
Di samping itu, Pulung juga membagikan aspek-aspek yang dibutuhkan untuk membuat sebuah iklan menarik. Ia berpandangan, pada prinsipnya iklan yang baik tahu betul target audiens dan bisa berbicara dengan 'bahasa' yang digunakan oleh target tersebut.
Ia lantas memberi contoh kasus lewat iklan Indoeskrim garapan sutradara Dimas Djayadiningrat yang menjadi viral dengan gaya kolosal.
"Pada kasus Indoeskrim, jukstaposisi antara visual ala sinetron laga dan teknologi menjadi hal yang menarik. Komedi yang ditawarkan juga relatable untuk berbagai kalangan, dan sama sekali tidak berpotensi ofensif, sehingga para user media sosial tidak segan untuk menyebarkannya," kata Pulung.