Hoaks Makin Subur, Kondisi Sosial Masyarakat Sedang Sakit
-
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa’adi menilai kondisi sosial masyarakat sedang “sakit”. Hal tersebut tercermin dari makin suburnya penyebaran informasi bohong (hoaks), aksi radikal yang terus bermunculan dan menurunnya sikap saling menghargai perbedaan pendapat.
Ia mengatakan, masyarakat semakin agresif dalam memanfaatkan kecanggihan teknologi dan terbukanya akses informasi melalui internet. Perilaku tersebut tak jarang menyulut aksi massa yang radikal, baik berupa verbal maupun tindakan.“MUI dalam beberapa tahun terakhir prihatin terhadap munculnya perilaku masyarakat yang mudah tersulut tindakan radikal ekstrim. Era milenial kerap memunculkan masyarakat yang mudah tersulut emosi. Aksi radikal dan intoleren itu indikasi patologi sosial masyarakat yang sedang sakit,” kata Zainut dalam Seminar Nasional Penganggulangan Radikalisme dan Ekstrimisme di Indonesia, Jakarta, Rabu, 3 Oktober 2018.
Ia menjelaskan, aksi radikal dapat berbentuk tindakan dan pernyataan verbal. Tindakan radikal kerap berwujud dalam kekerasan fisik, sedangkan radikal verbal berbentuk pemikiran diskursif.
Menurut dia, pada level verbal, orang dengan mudahnya menyalahkan orang lain yang berpendapat berbeda. “Menyerang dan menyalahkan pihak lain secara verbal. Penyebaran berita dan konten yang bermuatan kebencian pada pihak lain serta konten yang mengandung unsur hoaks,” katanya.
Ia mengatakan, dalam upaya membantu pemerintah membenahi kondisi sosial tersebut, MUI pada tahun depan akan membentuk Badan Penanggulangan Ekstremisme, Radikalisme dan Terorisme (BPERT). Menurut dia, badan ini merupakan bentuk kelanjutan dari tim penanggulangan terorisme MUI yang dibentuk 2003 dan bersifat ad hoc.
“Perannya adalah memperluas pendalaman pemahaman terkait Islam yang sesungguhnya kepada masyarakat,” ujarnya.
Ia menjelaskan, BPERT MUI akan banyak menggelar diskusi, seminar, dan sosialisasi yang menyentuh hulu. Menurut dia, memerangi hoaks menjadi salah satu fokus yang akan ditanggulangi BPERT MUI.
“Sebab, informasi-informasi palsu atau hoaks juga dapat menimbulkan paham radikal, ekstrem, dan perilaku intoleran,” katanya.
Wakil Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Mabes Polri Irjen Polisi Suntana mendukung penuh pembentukan BPERT MUI. Menurut dia, BPERT bisa membantu pemerintah dalam memberikan pemahaman lebih komprehensif di lingkungan pesantren terkait bahaya radikalisme.
“Kami sangat bersukacita dan bersyukur ada kepedulian bagian elemen masyarakat Indonesia dalam hal ini MUI. Badan ini sangat membantu pemerintah khususnya Polri dan BNPT untuk mencegah berkembangnya paham radikalisme. Karena kami tidak bisa kerja sendiri. Harus ada elemen masyarakat yang bersinergi,” katanya.
Ia mengatakan, BPERT bisa mengisi keterbatasan polisi dalam membina pesantren. Terutama pemahaman tengan ayat-ayat di Alquran. “Temen MUI itu organisasi yang terstruktur. Polisi bicara dari aspek hukumnya, aspek sosialinya. Terus temen-temen di MUI ini bisa sampaikan ajaran yang sesuai dengan kaidah dan nilai Alquran,” katanya.***