Hati-hati Gangguan Iritasi Usus
Suatu ketika, Anda merasakan perut terasa tidak enak. Ketika diperiksa, dokter pun tidak menemukan adanya penyakit yang disebabkan oleh virus atau bakteri jahat pada sistem pencernaan Anda. Jika hal itu terjadi, besar kemungkinan Anda mengalami Irritable Bowel Syndrome atau sering disebut sindrom iritabilitas usus. Walaupun tidak berbahaya, namun gangguan pencernaan tersebut pasti akan sangat mengganggu aktivitas Anda jika tidak segera ditangani.
Irritable Bowel Syndrome (IBS) merupakan salah satu gangguan pencernaan dari kelompok gangguan fungsional saluran pencernaan atau gangguan fungsional pergerakan usus. Disebut gangguan karena IBS bukanlah penyakit. Penyebab gangguan pencernaan ini belum diketahui secara pasti. Namun, berdasarkan gejalanya, IBS kerap disebabkan oleh gangguan fungsi usus, pola makan yang salah, dan gangguan sistem saraf pada usus.Gejala gangguan pencernaan ini meliputi nyeri perut atau rasa tak nyaman di perut selama waktu 3 bulan atau 12 minggu dalam kurun waktu 1 tahun terakhir. Jadi, IBS bersifat kronis atau kambuhan. Biasanya, rasa tidak nyaman di perut itu disertai dengan tanda-tanda berikut; nyeri akan membaik setelah buang air besar, terjadi perubahan pola buang air besar - menjadi lebih sering atau lebih jarang, dan terjadi perubahan bentuk tinja - menjadi lebih lembek atau lebih keras.
Tanda-tanda lain yang sering menyertai gejala gangguan perut ini adalah rasa tidak nyaman sewaktu buang air besar, seperti mengejang, kebelet, atau rasa tak lega setelah buang air besar. Saat buang air, penderita juga sering mengeluarkan mukus (ingus) saat buang air besar. Kembung atau rasa sebah di sekitar lambung juga dialami oleh penderita.
Berdasarkan perubahan pola buang air besar dan bentuk tinja, IBS dikelompokkan menjadi tiga subtipe, yaitu: IBS Diare, IBS Konstipasi, dan IBS Alternating (berganti-ganti). Pada IBS Diare, pola buang air besar menjadi lebih dari tiga kali sehari dengan bentuk tinja yang lembek atau cair. Pada IBS Konstipasi, terjadi sembelit dengan pola buang air besar menjadi kurang dari tiga kali seminggu dan bentuk tinja menjadi lebih keras. Sedangkan pada IBS Alternating, terjadi diare dan konstipasi secara bergantian. Frekuensinya tidak menentu, tergantung dari kondisi tubuh masing-masing penderita.
Penanggulangan biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu terapi non-obat dan terapi obat. Terapi non obat bagi penderita IBS Diare dilakukan dengan mengurangi makanan yang terlalu banyak mengandung lemak, makanan atau minuman mengandung gula fruktosa, minuman beralkohol, dan produk susu. Untuk pasien IBS Konstipasi, sangat dianjurkan untuk menambahkan unsur serat di dalam menu makanannya. Apabila terapi non-obat tidak mengurangi gejala IBS, maka terapi dengan obat dapat dipertimbangkan untuk mengatasi gejala nyeri perut, kembung, diare, atau sembelit. Untuk pengobatan IBS Diare, jenis obat-obatan anti diare dapat diberikan, seperti loperamid, difenoxilat, ataupun kolestiramin. Bagi penderita IBS Konstipasi (sembelit), obat-obatan yang bersifat sebagai pencahar, seperti ispagula dan bisakodil, dapat diberikan. Selain itu, konsumsi makanan yang banyak mengandung serat dan madu yang kaya akan enzim untuk mencegah sekaligus meningkatkan daya tahan tubuh.
Narasumber: dr. Jro Made Maitriya, Sp.PD, Dokter spesialis penyakit dalam RS Angkatan Darat, Denpasar dan Dosen Fakultas Kesehatan Alternatif Universitas Udayana, Bali.