Hantu Fraud yang Mengancam Perusahaan Asuransi di Indonesia
Asuransi perjalanan sudah menjadi kawan baik bagi Risa (29) dan Rani (35) yang kerap melakukan perjalanan ke luar negeri. Kedua perempuan ini sama-sama pernah merasakan manfaat yang diperoleh dari salah satu jenis asuransi tersebut.
Risa pernah mengalami kendala bagasi karena barang bawaannya sempat nyasar ke Hong Kong saat ia berlibur ke Tokyo, Jepang. Kendati bagasinya tidak sampai hilang, Risa belajar dari pengalamannya bahwa pengajuan klaim asuransi perjalanan ternyata sangat mudah dan ia merasa sangat terbantu.
"Karena enggak jadi hilang, klaim saya memang hangus, tapi terbantu sangat karena proses klaim berjalan dengan semestinya," celoteh pegawai di salah satu perusahaan pemerintah ini.
Jika Risa terbantu dalam hal barang bawaan, Rani dipermudah dalam perkara kesehatan. Januari 2019 silam, analis bisnis di salah satu perusahaan IT di Jakarta itu pertama kali mencoba menggunakan asuransi perjalanan di Vegas, Amerika Serikat (AS). Sakit radang tenggorokan yang ia derita saat perjalanan bisnis memaksa Rani berobat di salah satu rumah sakit di Vegas.
"Semua biaya dokter, pengobatan dan segala macam ditanggung asuransi. Jadi memang, travel insurance itu syarat wajib untuk perjalanan bisnis," jelasnya.
Sayang, bagi perusahaan asuransi, kemudahan klaim asuransi ini justru menjadi momok. Sejumlah oknum yang tergabung dalam sebuah sindikat memanfaatkan celah dalam kemudahan pengajuan klaim untuk melakukan aksi kecurangan atau fraud.
Modus Kecurangan
Menurut Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), aksi kecurangan pada klaim asuransi ini terjadi setidaknya pada tiga jenis asuransi di perusahaan asuransi umum di Indonesia. Pertama adalah asuransi perjalanan. Kedua, asuransi kendaraan bermotor. Yang terakhir adalah asuransi perkapalan (marine insurance).Modus kecurangan dari tiga jenis asuransi ini bermacam-macam. Ada dua modus kecurangan di asuransi perjalanan. Pertama, klaim yang mengaku terjadi kehilangan atau pencurian barang mewah yang dibeli di luar negeri. Padahal, barang yang dibeli merupakan barang tiruan. Modus kedua adalah dengan melakukan penggelembungan dana pengobatan di luar negeri.
Ilustrasinya begini: Setelah konsumen membeli asuransi perjalanan, pelaku membeli barang bermerek tiruan di negara tujuan dan mengaku kehilangan barang tersebut. Konsumen lantas mengklaim kehilangan barang kepada pihak asuransi dan mengaku bahwa barang bermerek yang ia beli adalah barang asli dengan mencantumkan nota pembayaran dan sertifikat asli yang dipalsukan dan laporan kepolisian palsu.
Modus kedua berupa penggelembungan biaya pengobatan di luar negeri. Cara yang dilakukan tidak jauh berbeda, yaitu dengan menyertakan berbagai dokumen palsu termasuk kwitansi pembayaran berobat di luar negeri.
"Seluruh dokumennya dipalsukan, mulai dari sertifikat pembelian barang mewah sampai dengan surat pengaduan kehilangan kepolisian di luar negeri dan juga kwitansi berobat di luar negeri." jelas Direktur Eksekutif AAUI Dody AS Dalimunthe kepada Tirto. "Itu semua kami ketahui dari hasil investigasi internal masing-masing perusahaan asuransi yang mendapat klaim."
Sama seperti asuransi perjalanan, modus kecurangan pada asuransi perkapalan secara umum terbagi menjadi dua cara. Pertama, pelaku melaporkan tenggelamnya kapal karena kerusakan akibat badai. Kedua, pelaku melaporkan kerugian yang diderita karena barang pengiriman hilang di kapal yang tenggelam tersebut. Sejatinya, dokumen kepemilikan kapal dan juga kontainer barang pun adalah dokumen palsu.
"Karena kapal yang tenggelam maupun barang yang hilang akibat kapal tenggelam tentu sulit untuk dicek kebenarannya. Tapi kami menemukan bukti bahwa kapal tersebut rupanya dijual dengan cara dipreteli terlebih dahulu," ungkap Dody.
Sementara itu, modus kecurangan pada asuransi kendaraan bermotor adalah dengan melakukan kecelakaan dengan sengaja yang melibatkan mobil mewah. Ilustrasinya begini: Konsumen membeli mobil mewah dan mengasuransikannya kemudian mesin mobil dan komponen lainnya diganti dengan komponen murah. Setelah itu, mobil mewah tersebut lantas dengan sengaja dilibatkan dalam sebuah kecelakaan sehingga klaim akhirnya dapat diajukan.
Dody bilang, para pelaku tindak kecurangan klaim asuransi ini tergabung dalam sebuah sindikat kejahatan asuransi di Indonesia.
Kerugian Miliaran Rupiah
Salah satu perusahaan asuransi yang turut menanggung kerugian atas aksi kecurangan ini adalah MNC Insurance. Presiden Direktur MNC Insurance Sylvy Setiawan mengaku, pihaknya telah menerima klaim asuransi perjalanan yang memiliki indikasi kecurangan sejak 2018 lalu dengan total kerugian diperkirakan mencapai Rp100 juta.
"Ada dua klaim yang telah kami bayarkan dengan total sekira Rp20 juta karena klaim kehilangan menurut kami wajar. Tapi, karena ada klaim berulang dengan modus yang sama, akhirnya kami melakukan investigasi internal sampai ke negara yang bersangkutan dan kami menemukan tindak kecurangan ini," jelas Sylvy, Rabu (29/5), kepada Tirto.
Selain MNC Insurance, terdapat 13 perusahaan asuransi lain yang mengalami kecurangan serupa. Bess Central Insurance salah satunya. Perusahaan ini mengalami kasus serupa untuk jenis asuransi kendaraan bermotor.
Direktur Utama Bess Central Insurance Sekar Tunggal mengungkapkan, kecurangan di asuransi kendaraan bermotor ini sudah terjadi sejak 2012. Aksi kecurangan dilakukan dengan cara membeli produk asuransi kendaraan bermotor di banyak perusahaan asuransi.
"Ini semacam arisan. [Pelaku] mengasuransikan satu mobil di banyak perusahaan asuransi. Jadi, klaimnya bisa gantian," ungkap Sekar Tunggal, Kamis (30/5), kepada Tirto.
Bess Central Insurance sendiri menerima dua klaim terkait asuransi kendaraan bermotor dengan nominal masing-masing mencapai ratusan juta rupiah. Namun, perseroan menolak mencairkan klaim tersebut karena menemukan berbagai kejanggalan saat penelusuran klaim asuransi. Salah satu kejanggalan yang terjadi adalah adanya praktik kongkalikong antar sesama pengacara terkait klaim asuransi ini.
"Kami sesama perusahaan asuransi sudah saling bertukar informasi mengenai tindak kecurangan ini dan terus mengawasi perkembangannya," ujar Sekar.
AAUI Checking
Untuk meminimalisir celah kecurangan pada klaim asuransi, AAUI telah membuat AAUI Checking. Dilansir CNN Indonesia, AAUI Checking merupakan sistem pertukaran data dan informasi antar perusahaan asuransi yang dibangun sejak Desember 2016. Sistem yang masih terus dikembangkan ini hampir serupa dengan BI Checking oleh Bank Indonesia.
AAUI Checking berisikan daftar negatif dari tertanggung atau nasabah serta berbagai pihak lain yang terlibat seperti rumah sakit, klinik, bengkel, dan agen, yang dihimpun oleh anggota asosiasi. Daftar tersebut bisa digunakan oleh anggota asosiasi sebagai peringatan awal dalam memilih calon tertanggung, sehingga kecurangan atau fraud bisa dicegah sedini mungkin.
Survei Penipuan Asuransi 2019 yang dilakukan oleh lembaga FRISS, sementara itu, mengungkapan bahwa penipuan asuransi merupakan masalah global. Di AS saja, perusahaan asuransi mengalami kerugian lebih dari 34 miliar dolar AS sepanjang 2018 karena kecurangan klaim asuransi. Fenomena kecurangan asuransi perjalanan dan asuransi kendaraan bermotor juga pernah terjadi masing-masing di Inggris pada 2016 dan Singapura pada 2017 dengan modus yang berbeda-beda.
Data Asosiasi Asuransi Umum atau General Insurance Association (GIA) Singapura mencatatat, terdapat sekira 160 ribu kecelakaan motor yang dilaporkan pada 2016 dengan nominal klaim mendekati 500 juta dolar Singapura. Seperlima dari seluruh laporan tersebut diperkirakan adalah kecurangan klaim yang nilainya setara 100 juta dolar Singapura. Dalam enam sampai tujuh tahun terakhir terdapat lima sindikat besar pelaku kecurangan asuransi kendaraan bermotor di Singapura.
Laporan FRISS (PDF) menyebutkan pentingnya kolaborasi antar perusahaan asuransi bahkan hingga ke tingkat global. Kerja sama perusahaan asuransi itu dapat berupa penggabungan data sehingga seluruh perusahaan asuransi mendapat manfaat untuk melacak serta melawan pelaku tindak kecurangan klaim asuransi yang terorganisir.
"Kerja sama penukaran data dapat mencegah berpindahnya aksi kecurangan asuransi dari satu negara ke negara lain. Pelaku tindak kecurangan asuransi akan selalu mencari titik terlemah perusahaan asuransi," tulis FRISS.
Baca juga artikel terkait INDUSTRI ASURANSI atau tulisan menarik lainnya Dea Chadiza Syafina