Ganjil Genap Dianggap Belum Efektif Pangkas Polusi Jakarta
Pembatasan jumlah kendaraan melalui sistem ganjil genap berdasarkan pelat nomor dinilai kurang konsisten bila tujuannya untuk memperbaiki kualitas udara di Jakarta.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih mengatakan ganjil genap saat ini tak memberi dampak signifikan mengurangi jumlah kendaraan roda empat, sehingga emisi kendaraan yang beredar di jalanan tetap berkontribusi besar terhadap pencemaran udara.
"Karena sumber utama (polusi) ya kendaraan," kata Andono melalui telepon, Selasa (16/7).
Seperti diketahui Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memperluas kawasan ganjil genap pada periode Asian Games 2018. Ganjil genap saat itu diterapkan di 13 jalan protokol mulai 06.00 WIB hingga 21.00 WIB.
Berkurangnya kendaraan di Jakarta bikin kualias udara di Jakarta membaik. Angin segar di Jakarta, menurut Andono, lebih terasa.
Mengacu pada data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), saat penerapan Asian Games jumlah partikel PM 2,5 di Jakarta hanya 25 mg per meter kubik. Biasanya partikel PM 2,5 di Jakarta berada di angka 65 mg per meter kubik atau jauh dari standar harian yang ditetapkan WHO yaitu 25 mg per meter kubik untuk kota metropolitan.
"Tapi belakangan (ganjil genap) diperlonggar, seperti dipersingkat dan cakupannya tidak ditambah," kata Andono.
Pada Minggu (14/7) Jakarta masih menjadi sebagai kota dengan kualitas udara terburuk. Data di situs pengamat kualitas udara airvisual.com, Jakarta berada di posisi pertama kota dengan kualitas udara terburuk.
Kualitas udara di Jakarta mencapai level 194 US Air Index Quality (AQI) yang mengindikasikan tidak sehat. Bahkan, kualitas udara Jakarta sempat menyentuh level sangat tidak sehat yakni 202 US AQI sekitar pukul 05.00 WIB pada hari yang sama.
Posisi Jakarta dengan kualitas udara yang buruk berada di atas Kota Krasnoyarsk, Rusia, kota Santiago di Chile, kota Dubai di Uni Emirat Arab, dan Sao Paulo di Brasil.