Dua Tombol 'Growing' untuk Startup: IPO atau Merger?
Uzone.id - Perkembangan startup di Indonesia selalu menarik untuk disimak. Ibarat bermain game, tanpa disadari muncul dua tombol atau opsi yang marak dipilih agar si pemain bisa terus hidup melewati rintangan dan tantangan yang ada agar tidak stuck di tempat, atau bahkan mati.
Apakah tombol IPO yang perlu dipilih? Atau opsi merger yang lebih baik diklik?Jika melihat hal besar yang terjadi di tahun 2021 ini, ada Gojek dan Tokopedia, dua unicorn ternama Indonesia yang memutuskan merger menjadi GoTo Group. Lalu yang terbaru, e-commerce Bukalapak yang didapuk sebagai unicorn pertama di Asia Tenggara untuk melantai di bursa pada hari Jumat lalu dan berhasil mengumpulkan dana 1,5 miliar dolar atau hampir 22 triliun rupiah.
Mana opsi yang terbaik bagi startup untuk terus tumbuh dan berkembang? Menurut saya, hal ini berpulang kepada strategi startup itu sendiri. Masing-masing memiliki karakteristik atau kelebihan sendiri-sendiri.
Baca juga: Startup Indonesia IPO di Luar Negeri, Haruskah?
Melalui IPO, startup memperoleh dana segar yang dapat digunakan oleh perusahaaan untuk berekspansi. Dari sisi kepemilikan perusahaan, tidak terlalu ada perubahan karena persentase saham yang dilepas ke publik biasanya minoritas.
Oleh karena itu, IPO biasanya dilakukan apabila pemilik startup ingin berekspansi namun ingin tetap mempertahankan kepemilikan mereka.
Dalam kasus merger, tidak terjadi tambahan dana secara langsung. Yang terjadi adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan termasuk aset-aset yang dimiliki perusahaan tersebut. Dari sisi kepemilikan, pemilik startup sebelum merger mesti berbagi kepemilikan dengan pemilik satu atau lebih entitas lainnya.
Merger biasanya dilakukan apabila para pemilik startup yang bergabung tersebut dapat mengidentifikasi poin-poin kekuatan yang dapat memberikan sinergi lebih besar dibandingkan apabila startup tersebut berjalan sendiri-sendiri. Dalam bahasa sederhana, 1 + 1 menghasilkan nilai lebih dari 2.
Baca juga: Menyiapkan Startup Menuju IPO
Alternatif lain yang dapat dijajaki adalah akuisisi oleh perusahaan lain yang lebih besar. Dalam hal ini, yang terjadi adalah pengalihan kepemilikan startup dari pemilik startup kepada perusahaan besar yang melakukan akuisisi tersebut. Startup tersebut menjadi bagian (portofolio atau divisi) dari perusahaan besar tadi.
Akuisisi ini dilakukan apabila para pihak yang terkait merasa bahwa startup tersebut dapat menghasilkan nilai yang besar bagi perusahaan yang mengakuisisi dan sebaliknya startup tersebut dapat memanfaatkan kekuatan yang dimiliki perusahaan besar tadi.
Jadi, mana yang terbaik? Kembali menurut saya pemilik startup perlu mengidentifikasi khususnya terkait sumber daya apa yang paling dibutuhkan startup tersebut untuk berkembang, serta apakah sumber daya ini terkait dengan pihak-pihak lain seperti startup-startup lain (untuk menjajaki kemungkinan merger) atau perusahaan besar (untuk menjajaki kemungkinan akuisisi).
Selamat mengembangkan startup ke jenjang yang lebih tinggi lagi!