Dear Bro Jokowi, Negara yang Korup Takut dengan Musik Kritis!
Foto: Uzone.id - Bagja
Uzone.id - “Negara yang korup takut dengan musik kritis”Ini kesimpulan sementara yang kira-kira tepat untuk menggambarkan kondisi yang lagi rame saat ini.
Korup itu gak cuma soal uang, tapi mengkorupsi kebebasan berkarya dan berkreasi lewat seni, termasuk barangkali artikel-artikel kritis.
Nah RUU Permusikan bakal menjadi penegas sebuah negara yang korup itu--kalau jadi disahkan.
Baca juga: Daripada Motor Masuk Tol, Mending Ngusir Truk dari Tol
Namun, yang paling bikin kesel para musisi, seniman sampai penikmatnya, ya kita-kita semua ini, RUU itu sekaligus memasukkan unsur-unsur yang berpotensi menjadi ‘pasal karet’.
Yakni pasal ke 5 yang berisi beberapa larangan bagi para musisi membawa budaya barat yang negatif, merendahkan harkat martabat, menistakan agama, membuat konten pornografi, hingga membuat musik provokatif.
Juga soal uji kompetensi pekerja seni yang diatur dalam pasal 32 dianggap gak penting dan gak substantif.
Bahkan, Danilla sampai berkata ”Memangnya musisi sekelas Thom Yorke dan Elvis Presley melakukan uji kompetensi?” ujarnya dilansir dari Tirto.
Jadi, RUU Permusikan ini digagas oleh Komisi X DPR RI. Konon naskah RUU sendiri berasal dari naskah akademik yang pada proses penyusunannya tidak melibatkan musisi.
Bahkan, para penyusunnya sama sekali tak berkecimpung di industri musik!
Pengarahnya K. Johnson Rajagukguk (Kepala Badan Keahlian DPR RI), Penanggung Jawab Inosentius Samsul, Ketua Sali Susiana, Wakil Ketua Chairul Umam, Sekretaris Nova Manda Sari, dan Anggota Arrista Trimaya, Rachmat Wahyudi Hidayat, Ihsan Badruni Nasution, Juli Panglima Saragih, serta Sulit Winurini.
Kalau jadi disahkan, otomatis sepertinya cuma bro Jokowi yang keliatannya paham musik, terlihat dari kaos-kaos band dan konser-konser band rock dan metal yang suka ditonton beliau.
Jokowi adalah kuntji
Itu kenapa di artikel ini gue justru menyoroti pak Jokowi sebagai perwakilan dari eksekutif dalam negara ini, yakni Presiden.
Ya, di negara seperti Indonesia ini menerapkan konsep Trias Politica dianut oleh Montesquieu, yakni menerapkan pembagian kekuasaan berdasarkan fungsi negara baik Legislatif, Eksekutif maupun Yudikatif.
Nah, kalau DPR ada di Legislatif, Presiden ada di Eksekutif. Terus apa hubungannya dengan RUU Permusikan?
Ooo ada. Jadi Undang-undang itu baru bisa disahkan dan dijalankan, atas kesepakatan dan persetujuan antara Eksekutif dan Legislatif—termasuk RUU Permusikan ini.
Karena penggagasnya DPR, maka para anggota Dewan yang terhormat itu harus mengusulkan RUU tersebut ke Presiden untuk dibahas bersama dan disepakati atau tidak.
Kalau disepakati, maka setelah kedua pihak menandatangani, RUU tersebut menjadi UU yang sah untuk diberlakukan. Bahkan, kalau sudah ada kesepakatan, Presiden dalam 30 hari gak nandatangan, ya tetap berlaku jadi UU.
Karenanya, yang krusial adalah apakah Presiden Jokowi mau merespon RUU permusikan, apakah mau disepakati atau enggak.
Sekarang bolanya barangkali ada di Eksekutif, ada di Presiden Jokowi, karena kalau DPR sih, cuekin aja, gak jelas juga mereka mewakili siapa, rakyat yang mana? (dalam konteks RUU Permusikan).
Nah, balik lagi ke Jokowi dan RUU Permusikan..
Kata Jerinx—salah satu pentolannya Superman Is Dead, dilansir Tirto, Jokowi seringkali promote band-band yang jelas ada di kategori dilarang oleh RUU Permusikan ini.
Btw, itu kaos-kaos band nya keren pak, sepatu Vans Metallica nya juga keren. Kebayang gak pak kalau ada satu negara yang mengatur dan mensertifikasi para musisi untuk berkarya?
Kalau Metallica dari dulu diatur, mungkin bapak gak akan sudi pakai sepatunya, gak keren.
Ini macem major label yang ngatur-ngatur musisi dengan alasan selera pasar, maka jadilah Kangen Band pak, bukan Metallica atau Slank atau Iwan Fals.
Pak Jokowi emang mau pakai kaos Kangen Band? Mending Metallica atau Slank kan? Gak malu-maluin gitu pak.
Kalo mereka diatur, gak mungkin fans-nya Slank atau Iwan Fals yang kalo digabungin bisa bikin partai dan bahkan menang pemilu.
Jadi plissss pak, atau biar asik kita, plissss bro Jokowi, jangan disetujui lah itu RUU Permusikan. Nanti jadi banyak musik yang gak asik..
Biar para anggota Dewan yang terhormat itu mengakomodasi imajinasinya sendiri, mewakili khayalannya sendiri, bukan mewakili, apalagi mengatasnamakan Rakyat, seperti fitrahnya sebagai Dewan Perwakilan Rakyat--entah rakyat yang mana..
Karena pak, pada dasarnya negara yang korup takut dengan musik—dan artikel kritis..
Wahai DPR, perlu juga gak bikin RUU Perartikelan?
Note: Selain permusikan, jangan-jangan kedepannya nanti ada RUU Perartikelan lagi nih. Isinya kurang lebih sama—copy-paste gitu deh dari RUU Permusikan, template gitu.
Tujuannya supaya gak ada artikel-artikel berbudaya barat yang negatif, merendahkan harkat martabat, menistakan agama, membuat konten pornografi, hingga membuat artikel provokatif.