Dear Apple, Rp1,5 T Aja Gak Cukup Bikin iPhone 16 Masuk ke Indonesia
Uzone.id — Apple sudah bersedia untuk berinvestasi ke Indonesia sebesar USD100 juta atau Rp1,58 triliun agar iPhone 16 masuk ke Indonesia. Sayangnya, besaran investasi ini belum membuat Kementerian Perindustrian luluh.
Dalam keterangan tertulisnya, Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni mengatakan bahwa Kemenperin akan tetap menagih janji Apple yang ingin berinvestasi Rp300 miliar untuk memenuhi aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).Investasi ini juga sempat ditagih oleh Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita yang menyebut kalau iPhone 16 belum bisa masuk karena masih terhalang nilai TKDN di bawah syarat yang ditentukan.
“Jadi masih ada gap sebesar sekitar Rp240 miliar. Kalau ini mereka bisa realisasikan, maka Apple akan mendapatkan nilai TKDN 40 persen (dan Apple bisa masuk Indonesia),” katanya.
Oleh karena itu, selain rencana investasi Apple sebesar Rp1,58 triliun yang disebut tak adil karena tak sebesar investasi di wilayah Asia lainnya, Apple juga masih terkendala ‘utang’ investasi lainnya yang menyebabkan TKDN mereka tak sampai 40 persen.
Sebagai informasi, pada aturan Permenperin 29/2017, disebutkan bahwa penghitungan TKDN dapat dilakukan menggunakan tiga skema.
Yang pertama adalah pembuatan produk di dalam negeri atau membangun pabrik, pembuatan aplikasi di dalam negeri, dan/atau pengembangan inovasi di dalam negeri.
Nah, Apple sendiri memilih skema pengembangan inovasi lewat membangun Apple Academy yang sudah dibangun di tiga wilayah yaitu BSD Tangerang, Batam, dan Surabaya.
Demi mencapai TKDN ini, Kemenperin mewajibkan Apple untuk mendirikan divisi penelitian dan pengembangan (R&D) di Indonesia.
Skala pendirian divisi R&D ini akan jauh berbeda dengan Apple Academy. Selain itu, Apple harus mulai serius melibatkan perusahaan Indonesia ke dalam rantai pasok global (GVC) Apple.
Perlunya memenuhi syarat TKDN ini dilakukan demi menciptakan keadilan bagi semua investor yang berinvestasi di Indonesia, dan untuk menciptakan nilai tambah dan memperdalam struktur industri dalam negeri.
“Jadi, yang dipersoalkan ini selain angka atau nilai investasinya, tetapi terkait keadilan bagi semua investor di Indonesia serta Indonesia dan negara lain. Hal ini yang akan berdampak pada penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi Indonesia,” tutur Febri.