Dari Kasus BYD Seal Kita Belajar, Gak Sepraktis Itu Merawat Mobil Listrik

Uzone.id - Kasus BYD Seal di Jakarta mungkin bikin kita berpikir ulang, "Duh, ternyata gak sepraktis itu ya merawat mobil listrik?" Kalian bisa tidak setuju, atau malah justru setuju.
Kampanye besar-besaran mobil listrik selain karena efisiensi supernya, adalah perawatannya yang lebih praktis.Gak perlu ganti oli-olian misalnya. Atau urusan teknis lain yang tidak seribet mobil bermesin bakar konvensional. Dan bahkan, kalau beneran gak mau ribet, ya tinggal ke bengkel resmi. Selesai.
Tapi dari kasus BYD Seal di Jakarta kita belajar, ternyata gak sepraktis itu merawat mobil listrik. Ternyata, gak segampang tinggal membawanya ke bengkel resmi.
Banyak hal yang harus dilakukan sendiri di rumah untuk menjaga performa sekaligus keamanan dari mobil listrik itu sendiri--salah satunya adalah baterai!
Siapa yang gak serem atau mungkin jadi khawatir, mobil listrik lagi diparkir, tidak sedang ngecas, bahkan gak pernah nabrak apapun, tiba-tiba bisa ngebul dan meledak.
Baterai memang tidak bisa diseting-seting seperti halnya pembakaran di mesin. Kalapun bisa, pasti gak bisa dirumah, tapi di bengkel resmi.
Bahkan, untuk memantau baterai pun, selain dari informasi yang tersedia di mobil (ini pun biasanya terbatas), kita bisa menggunakan aplikasi pihak ketiga dari smartphone, ini pun biasanya hanya bisa melakukan pemantauan, khususnya suhu baterai.
Dan untuk menjaga performa dan keamanannya, sistem baterai juga ternyata rumit, bahkan lebih rumit dari mesin bakar konvensional.
Paling umum ada yang namanya Battery Management System. Tiap pabrikan punya cara pengembangannya masing-masing, jadi kemungkinan untuk failure sangat besar.
Memang tidak perlu mengganti oli mesin, tapi harus melakukan update software secara berkala dan kebanyakan harus dilakukan di bengkel resmi.
Kemudian sistem pendinginan baterai, terutama yang menggunakan cairan seperti glikol yang tidak bersifat konduktif. Pendingin ini bisa ditanam langsung di baterai atau melalui sistem pemompaan seperti radiator mendinginkan mesin.
Tau sendiri ribetnya mengecek kebocoran alus radiator yang kerap bikin mesin mobil overheat. Atau bagaimana menyeramkannya kalau water pump ngaco dan tidak bekerja optimal, juga bisa overheat.
Penggunaan charger pun harus resmi pabrikan, tidak bisa sembarangan. Bahkan dianjurkan untuk tidak sering menggunakan pengisian fast charging dan mempertahankan kondisi baterai di kisaran 20-80 persen.
Jadi mulai dari kondisi baterai, sampai proses pengisian, dan penggunannya ada sistem yang rumit dan sialnya semuanya sudah diakomodasi oleh ECU dan software alias minim mekanikal. Jadi harus selalu terpantau.
Belum lagi kondisi Thermal Runaway yang jadi momok dan wajib diperhatikan. Karena bisa mempengaruhi sistem penyimpanan energi. Hal ini terjadi saat suhu di dalam salah satu sel baterai meningkat cepat, panas berlebih kemudian berkombinasi dengan resistensi internal yang lebih rendah terhadap arus pengisian.
Ada beberapa faktor penyebab Thermal Runaway pada EV mulai dari suhu sekitar yang tinggi, usia baterai hingga pengisian daya yang berlebihan termasuk pengunaan fast charging. Dan jika kondisi ini sudah terjadi (terbakar), sangat tidak mungkin akan berhenti dengan sendirinya.
Jika suhu meningkat dan tidak segera dikendalikan dengan efektif maka kondisi baterai akan menjadi terlalu panas.
Tentu menyebabkan kerusakan signifikan pada baterai dan kompartemennya. Malah dalam beberapa kasus bahan kimia atau gas beracun pada baterai akan ikut bocor.
Risiko yang timbul akibat Thermal Runaway kemudian akan meluas bagi pengguna mobil listrik dan lingkungan sekitarnya.
Kegagalan sistem ini berujung pada kebakaran hingga ledakan dan pada EV akan memiliki situasi lebih ekstrim dibandingkan kendaraan mesin konvensional atau ICE.
Sebagai teknologi lebih baru, masalah dengan kendaraan setrum cenderung lebih kompleks karena proses pemadamannya tidak semudah dibayangkan.
Dan karena sensitifitas baterai lithium, kalau habis nabrak atau terbentur, gak cuma bodi atau sassis yang diperhatikan, tapi juga baterai.
Itu baru baterai, belum motor listrik dan sisa piranti lain sebagaimana mobil pada umumnya, seperti kaki-kaki, setir, rem, transmisi dan masih banyak lagi yang juga harus diperhatikan dan dirawat.
Dari yang kelihatan praktis, jadi malah butuh effort dua kali lipat dari mobil bermesin bakar konvensional, karena ada piranti lain yang sangat penting untuk dijaga selain mekanikal mobil.
Sederhananya seperti motor matik. Kelihatan lebih praktis tinggal gas-rem, tapi justru ada perawatan dan biaya ekstra yang tidak kejadian di motor kopling pakai rantai.
Selain mesin yang harus dirawat, motor matik juga perlu perawatan khusus di sektor CVT. Jadi selain kerjanya dobel, biayanya juga dobel.
Semuanya itu--dan mungkin masih banyak lagi yang tidak tersebut--harus dan wajib pemilik mobil listrik lakukan agar kejadian seperti BYD Seal tidak kejadian di mobil kita.
Prioritas pengguna kendaraan EV adalah mencegah terjadinya kondisi Thermal Runaway. Yang sama sekali tidak boleh dilewatkan adalah melakukan perawatan rutin termasuk benar-benar memperhatikan tegangan pengisian daya, memperhatikan suhu udara di sekitar baterai hingga langkah penggantian sesuai umur pakainya.
Jadi sekali lagi, meski penggunaan EV disebut Low Maintenance, namun para pengguna harus benar-benar menjaga kondisi kendaraannya. Perhatikan semua instruksi yang diberikan oleh pabrikan dalam hal perawatan berkala.
Terakhir, tentu para pengguna harus lebih sensitif jika merasakan atau mendeteksi gejala-gejala kerusakan pada kendaraan listriknya.
Tapi apakah kita jadi merasa khawatir untuk membeli mobil listrik? Seharusnya tidak ya, karena kami percaya, pabrikan pasti akan selalu belajar dari kejadian-kejadian seperti itu, agar produknya semakin mendekati sempurna.
