Bomber Surabaya Gunakan Bom TATP "The Mother of Satan"
Jaringan teror di Surabaya disebut menggunakan peledak jenis TATP dalam melancarkan aksinya di tiga gereja pekan ini. Bom jenis ini juga disebut ditemukan dalam penggerebekan polisi ke kediaman beberapa terduga teror dan olah TKP peledakan di gereja.
"Pada saat dilakukan sterilisasi, olah TKP ditemukan bom pipa yang mirip dengan bom pipa di sejumlah beberapa TKP di gereja, bom gereja yang di situ juga ada pipa bom pipa yang tak meledak. Saya melakukan perintah pengejaran. Subuh tadi tertangkap 5 orang. Satu di antaranya bernama Budi Satrio. Dan lima orang ini semua ditemukan bom yang sama. Jenis-jenis bom pipa C," Kapolri Tito Karnavian dalam pernyataannya Senin (14/5),Tito mengatakan bom tersebut adalah TATP yang dikenal dengan "the mother of satan", banyak digunakan kelompok ISIS diIrak dan Suriah. Bom jenis ini mudah dibuat dengan bahan yang tersedia bebas, namun sangat sensitif sehingga mudah sekali meledak dengan tidak sengaja.
"Kalau bahan lain harus diledakkan dengan detonator, tapi ini kadang dengan panas atau guncangan meledak sendiri. Makanya disebut 'the mother of satan'," kata Tito.
Dalam sejarah serangan teror di berbagai negara, TATP atau triaseton triperoksida banyak digunakan sejak 2001. Salah satunya yang terbesar adalah serangan bom London pada 2005 yang menewaskan 52 orang, melukai lebih dari 700.
Bom ini juga digunakan dalam serangan bom November 2015 di Paris, pengeboman Brussels 2016, dan pengeboman di Manchester Arena pada Mei 2017 yang menewaskan 23 orang.
TATP banyak digunakan oleh teroris karena mudah dibuat dari bahan yang tersedia, seperti pewarna rambut atau penghapus cat kuku. Selain itu, bahan-bahan pembentuk TATP tidak mudah tercium baunya karena tidak terdeteksi sebagai peledak tingkat tinggi yang mengandung nitrogen.
Jika belum dikayakan, aseton peroksida pembentuk TATP berupa serbuk kristal putih berbau seperti pemutih atau bleaching. Namun setelah dikayakan, baunya seperti buah-buahan.
Benda ini mudah meledak jika terkena panas, gesekan, listrik statis, asam belerang, atau radiasi ultra violet. Karena sifatnya yang sangat sensitif, peracik bom ini bisa mengalami luka berat, seperti terpotong jarinya. Hal ini terjadi di beberapa peristiwa sebelum serangan teror Barcelona pada 2017.