Big Data, Peluang atau Masalah?
-
Photo by Markus Spiske on Unsplash
Uzone.id - Pernah terpikirkah, dari sekian banyak aksi berselancar di dunia maya, termasuk mengirimkan WhatsApp dan browsing media sosial, berapa banyak data yang sudah kita habiskan selama seharian, sebulan, bahkan setahun. Tahukah kamu kalau sejatinya, profil dan kegiatan kita di dunia maya bisa dijadikan aset berharga bagi perusahaan manapun di dunia untuk kenyamanan kita bersama di dunia maya.Data Giffgaff menyebut jika konsumsi data di dunia pada tahun ini akan naik 720 persen dibanding 6 tahun lalu. Pada 2016 disinyalir konsumsi data global mencapai 9,4 miliar GB, sedangkan pada 2021 mencapai 67 miliar GB. Semua status di Facebook, di Twitter, foto-foto dan video di Instagram, TikTok, berisi data yang melimpah ruah. Inilah yang disebut sebagai Big Data.
Big data adalah istilah yang menggambarkan volume data yang besar, baik data yang terstruktur maupun tidak terstruktur. Contohnya dari data Omnicore, pada 2020 total ada 500 juta cuitan yang dikirim di platform itu setiap harinya. Sedangkan di Snapchat, ada 4 miliar snaps (foto dan video) yang diposting setiap harinya, dan di TikTok ada 1 miliar video yang diupload pengguna setiap harinya.
Baca juga: Luncurkan BigBox, Direktur Utama Telkom: Data Kini Dipandang Sebagai Aset
Namun sejatinya, dalam big data, yang penting bukan banyaknya angka yang dihasilkan melainkan tindakan atau olahan data itu sendiri, atau bisa disebut sebagai analisis big data. Dari banyaknya data yang diolah atau dianalisis, diharapkan akan terkuak fakta-fakta penting yang bisa dijadikan sebagai dasar untuk mengambil keputusan sebuah perusahaan.
Seperti yang pernah dipaparkan Direktur Utama Telkom Indonesia, Ririek Adriansyah dalam acara 'Enabling Satu Data Indonesia' beberapa waktu lalu. Menurutnya, data bukan lagi dipandang sebagai biaya, melainkan aset.
“Data yang diolah sedemikian rupa akan menjadi sebuah informasi yang nantinya akan menjadi sebuah keputusan yang akan lebih akurat. Jadi data tidak lagi dipandang sebagai biaya, karena kalau dulu kan menyimpan data maka perlu biaya. Nah sekarang data memang menjadi aset," kata Ririek.
Selain bermanfaat dalam pengambilan keputusan bagi sebuah perusahaan atau instansi pemerintahan, data juga dapat digunakan untuk perencanaan dan efisiensi. Hanya saja, masih banyak pihak yang menemukan berbagai masalah terkait data, seperti cara menyimpan data, mem-forward, atau mengekstrak data menjadi sebuah informasi berharga.
Sharing Vision pernah menyebut jika masih ada 27 persen perusahaan di Indonesia yang menganggap big data sebagai masalah, sisanya sebanyak 82 persen sudah mengerti bahwa big data merupakan peluang yang bisa membantu memberikan solusi untuk pengembangan bisnis dan meraih cuan lebih banyak.
Tidak heran jika masih ada perusahaan yang menganggap big data sebagai masalah karena mereka masih menganggap big data sebagai hal yang rumit, terutama dari sisi teknis pengolahannya. Sedangkan bagi yang sudah memahami data sebagai aset atau 'data is the new oil', mereka akan mencari cara untuk mengolah data tersebut, atau setidaknya mempercayakan pengolahan kepada pihak ketiga.
Baca juga: Andalkan Big Data, Telkom Bantu Vaksinasi Covid-19 Indonesia
Pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2019 juga sudah menggaungkan program Satu Data Indonesia. Ini artinya, Indonesia sudah paham betapa pentingnya pengolahan data untuk bisa mengambil peluang agar negara terus bergerak maju.
Yang paling kentara dan saat ini menjadi tren adalah ketika big data yang diolah Telkom dilibatkan dalam membantu pemerintah menyebarkan vaksin Covid-19, dengan sistem informasi dan program Satu Data vaksin Covid-19.
"Dibutuhkan big data analitik untuk dapat mengolah data terkait dengan kependudukan, jangan sampai ternyata kita butuh memvaksin orang-orang tadi, tapi datanya tidak jelas. Nah, untuk itu kami membantu untuk mengintegrasikan data dari berbagai sumber, dari BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Dukcapil, TNI, Polri, dan lain sebagainya,” ungkap Fajrin Rasyid, Direktur Digital Business Telkom Group, dalam diskusi panel bertema "Enabling Satu Data Indonesia", beberapa waktu lalu.
Sampai saat ini, penyebaran vaksin sudah memasuki tahap kedua dengan fokus pada warga lanjut usia dan pelayan publik. Satgas Covid-19 Indonesia berharap pandemi akan berakhir pada 17 Agustus 2021.
Pengolahan data oleh Telkom sejatinya dikerjakan oleh salah satu startup internal Telkom Indonesia, yang memang ahli di bidang big data, yakni Bigbox.
Bigbox sendiri sudah berdiri sejak tahun 2017. Selain sebagai penyedia layanan end-to-end big data platform, BigBox juga memiliki beberapa vertical platform yakni social media analytics platform (BigSocial), business intelligence tools (BigQuery), eCommerce analytic platform (BigCommerce), dan one data management platform (BigOne). Namun, secara umum, peran platform big data bagi perusahaan begitu besar.
Seperti apa yang disampaikan CEO Bigbox Sigit Pramudya, big data dapat berperan dalam peningkatan efisiensi operasional perusahaan. Karena data sudah terkumpul di satu tempat, maka tidak memerlukan banyak waktu untuk mengakses banyak data. Ruang penyimpanan data juga tidak tercecer ke mana-mana, cukup melalui satu pintu saja, dan tentunya dengan keamanan yang memadai.
Selain itu, big data juga bisa memperlancar decision making, alias pengambilan keputusan perusahaan lebih cepat karena semua hal yang disajikan sudah berdasarkan data yang ada, bukan dari aspek subjektif saja.
Dari pengambilan keputusan yang menjadi lebih cepat tersebut, hal ini dapat menuntun perusahaan ke arah inovasi yang lebih cepat dan tentunya variatif sesuai dengan hasil data yang ada.