Banyak Pasutri di Bantul Cerai karena Tak Boleh Lihat Isi Ponsel
Angka kasus cerai talak dan cerai gugat di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada tahun 2017 meningkat sebanyak 56 perkara dibandingkan tahun lalu.
Seperti diberitakan Harian Jogja—jaringan Suara,.com, Jumat (29/12/2017), sepanjang tahun 2017 terdapat 717 kasus cerai talak dan 984 kasus cerai gugat. Total dari keduanya adalah 1701 permohonan cerai.Juru Bicara Pengadilan Negeri Agama Bantul Yuniati Faizah menyatakan, alasan cerai gugat yang paling banyak melatarbelakangi perceraian warga bantul adalah sang istri yang merasa tidak diberi cukup nafkah. Alhasil, sang suami diprotes dan tidak dianggap lagi sebagai kepala rumah tangga.
Sedangkan alasan cerai talak juga banyak terjadi karena sang suami tidak dianggap oleh sang istri yang merasa kekurangan nafkah. Akhirnya, sang suami memilih untuk mengajukan permohonan cerai talak. Alasan tersebut mendominasi sebesar 65 persen.
Peningkatan kasus cerai gugat di Bantul yang lebih tinggi daripada kasus cerai talak juga tak lepas dari perkembangan sosial media yang semakin pesat.
“Sosial media selain membuat perselingkuhan semakin transparan juga membuat para wanita semakin menyadari hak-haknya sebagai seorang istri,” ujar Yuniati saat ditemui harianjogja.com.
Setelah alasan kurang nafkah dan sosial media, Yuniati juga menyebutkan alasan perceraian warga bantul adalah sebuah telepon seluler (ponsel).
Suami atau istri yang ponselnya tidak pernah mau dilihat oleh pasangannya juga menyumbang angka perceraian di Bantul.
Banyak pasangan di Bantul yang menganggap bahwa isi ponsel seharusnya diketahui seluruhnya satu sama lain.
“Mungkin memang terdengar sepele, tapi itu pemicu, banyak juga [kasus seperti itu di Bantul],” ujar Yuniati.
Berita ini kali pertama diterbitkan oleh harianjogja.com dengan judul “Gara-Gara Isi Handphone Tidak Boleh Ketahuan Pasangan, Banyak Suami Istri di Bantul Bercerai”