Home
/
News

Bahaya Pasir Limbah Marunda Ancam Manusia, Tanaman, dan Hewan

Bahaya Pasir Limbah Marunda Ancam Manusia, Tanaman, dan Hewan

-

Kolumnis: 12 January 2019
Bagikan :

Perhatian warga Marunda belakangan ini tersita oleh pasir dan tanah yang terkontaminasi oleh limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Pasir yang dijual bebas di kawasan tersebut berasal dari olahan minyak kelapa sawit.

Menurut laporan Tirto sebelumnya, limbah yang terletak di seberang Sekolah Dasar Negeri 02 Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, dijual dengan harga Rp200.000-Rp700ribu per truk kecil dan besar. Biasanya, warga menggunakan pasir tersebut untuk menguruk bangunan.

Lurah Marunda Hilda Damayanti mengatakan kebiasaan warga menggunakan pasir tersebut telah berlangsung sejak lama. Alasannya adalah harga yang terjangkau. “Warga tidak mengetahui ini limbah berbahaya,” ujar Hilda.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati menyebutkan bahwa instansinya telah menemukan 7 titik penimbunan di kawasan Marunda, Cilincing, yang diduga sebagai limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) Spent Bleaching Earth (SBE) dengan jumlah sebesar 379,95 meter kubik.

“Berdasarkan informasi, aktifitas pembuangan limbah SBE ini dilakukan setiap pukul 2 dini hari sejak tiga minggu lalu,” ungkap Vivien kepada Tirto.

Apa itu Spent Bleaching Earth?

Spent bleaching earth atau SBE adalah limbah padat yang berasal dari proses pemurnian minyak kelapa sawit, seperti minyak goreng dan bahan-bahan oleochemical lainnya

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (PDF), spent bleaching earth atau SBE dikategorikan dalam jenis limbah B3 yang bersumber dari proses industri oleochemical dan/atau pengolahan minyak hewani atau nabati.


Berdasarkan aturan tersebut, limbah B3 memiliki karakteristik seperti mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, korosif, dan beracun. Spent Bleaching Earth (SBE) merupakan limbah B3 kategori bahaya 2, yang melalui pengujian TCLP, toksikologi LD50, dan toksikologi subkronis.

Merujuk situs resmi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) (PDF), uji TCLP digunakan untuk menentukan kecenderungan limbah mengalami leaching. Pada limbah kategori bahaya 2, konsentrasi zat pencemar lebih kecil dan atau sama dengan konsentrasi zat pencemar pada kolom TCLP-A, dan memiliki konsentrasi zat pencemar lebih besar dari konsentrasi zat pencemar pada kolom TCLP-B.

Pengujian lain yang dilakukan adalah uji toksikologi LD50 yang digunakan untuk mengukur potensi jangka pendek keracunan (toksisitas akut) dari suatu material. Dalam pengujian ini, limbah beracun memiliki nilai uji lebih besar dari 50 miligram per kilogram berat badan hewan uji dan lebih kecil dari atau sama dengan 5000 miligram per kilogram berat badan hewan uji.

Masih merujuk keterangan BPPT, uji toksikologi subkronis dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap pertumbuhan, akumulasi atau biokonsentrasi, studi perilaku respons antar-individu hewan uji, dan/atau hispatologis. 

Bahaya Spent Bleaching Earth

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati menyampaikan bahwa SBE termasuk dalam kategori limbah B3 karena mengandung logam berat dan minyak, seperti: Zn, Si, oil, dan grease.


Vivien juga mengatakan bahwa kandungan logam berat pada SBE tak hanya berbahaya bagi lingkungan, karena bisa mencemari tanah dan air, tapi juga membahayakan kesehatan manusia.

Merujuk situs WebMD, logam berat bisa meracuni tubuh tak hanya melalui makanan atau minuman yang tercemar, tapi juga melalui debu atau asap yang kita hirup.

Ada beberapa tanda tubuh kita mengalami keracunan logam berat, di antaranya tanda akut yang meliputi mati rasa, sakit dan ingin muntah, hingga pingsan. Adapun gejala keracunan kronis logam berat adalah sakit kepala, merasa lemah dan lelah, rasa sakit pada sendi dan otot, serta konstipasi.

Infografik Bahaya Limbah
Preview


Singh Jiwan dan Kalamdhad Ajay S. dalam studi berjudul “Effects of Heavy Metals on Soil, Plants, Human Health and Aquatic Life” (2011, PDF) menuliskan bahwa logam berat bisa berpengaruh pada tanah. Polusi logam berat tak hanya berdampak buruk pada kualitas dan hasil tanaman, tapi juga menyebabkan perubahan dalam ukuran, komposisi, dan aktivitas mikroba.

Jiwan dan Ajay menjelaskan bahwa logam berat memiliki efek beracun terhadap tanah karena mempengaruhi aktivitas enzim tanah. Dampaknya, aktivitas mikroorganisme di tanah akan terpengaruh dan mikroorganisme yang melakukan sintesis enzim bisa lenyap.


Elemen Zn yang terkandung dalam Spent Bleaching Earth memang menjadi elemen penting untuk pertumbuhan dan metabolisme tanaman. Namun, zat tersebut bisa meracuni tanaman jika diberikan dalam konsentrasi berlebih.

Selain itu, Jiwan dan Ajay juga mengungkapkan bahwa penyerapan logam berat oleh tanaman bisa mengancam kesehatan manusia dan hewan yang berada dalam satu lingkaran rantai makanan.

Kadar akumulasi logam berat pada tanaman berbeda-beda di setiap setiap spesies, tergantung pada seberapa efisien tanaman menyerap logam. Pada bayam misalnya, logam Zn akan terserap lebih banyak pada musim panas.

Jika tercemar logam berat, bukan tak mungkin pertumbuhan tanaman melemah dan metabolismenya terganggu.
Baca juga artikel terkait LIMBAH atau tulisan menarik lainnya Widia Primastika

populerRelated Article