Apa Kata Profesor Islam Soal Ucapkan Selamat Natal?
REPUBLIKA.CO.ID, ADELAIDE -- Pakar Islam dari University of South Australia di Adelaide, Profesor Mohamad Abdalla, mengatakan ucapan selamat hari raya kepada pemeluk agama lain seperti Hari Raya Natal seyogyanya dilihat dalam konteks hubungan kemanusiaan. Abdallah menyampaikan hal itu di hadapan peserta diskusi Kajian Islam Adelaide (KIA), wadah bagi para warga Islam asal Indonesia di sana.
Prof Abdalla adalah direktur dan sekaligus penggagas lembaga riset dan pendidikan tersebut dan kegiatan diskusi dalam Bahasa Inggris tersebut mengambil lokasi di Café Gembira restoran khas Indonesia yang tentu saja tidak asing bagi para jamaah di wilayah Adelaide.
Di awal acara, Mujahiduddin selaku ketua KIA menjelaskan mengapa pertemuan mengambil tema ini. "Acara ini merupakan gagasan dari pengurus serta senior permanen residen di Adelaide untuk bisa memperluas jangkauan kegiatan KIA dalam mempromosikan Islam wasathiyyah (moderat) tidak hanya untuk kalangan masyarakat Indonesia sendiri, namun juga untuk memperluas jaringan kepada kalangan akademik dan masyarakat lokal secara umum," katanya.
Dalam sambutan, Muja menandaskan hidup sebagai Muslim di Australia haruslah mampu mengambil spirit ajaran untuk bisa diterapkan dalam beradaptasi dengan lingkungan tanpa harus meninggalkan inti ajaran, oleh sebab keberagamaan tidak hanya membutuhkan pemahaman yang baik terhadap teks ajaran, namun juga pemahaman baik terhadap konteks ajaran.
"Kegiatan ini sebagai upaya kita untuk menyampaikan kepada masyarakat tentang pentingnya hal tersebut,” katanya.
Suasana diskusi sangat hangat dan akrab, dipandu oleh Sabilil Muttaqien, salah seorang penerima beasiswa program 5.000 doktor dari Kementerian Agama Republik Indonesia. Ia mampu menjadi moderator diskusi dengan apik, baik dengan Bahasa Inggris dan Indonesia. Sabil memulai diskusi dengan menyampaikan pernyataan pembuka bahwa hidup dalam keragaman keyakinan merupakan bagian dari sunnatullah. Namun tidak dipungkiri masyarakat Muslim Indonesia yang berada di Australia dihadapkan pada berbagai macam persoalan keagamaan baik muamalah maupun ubudiyah terkait dengan keberadaannya sebagai kaum minoritas dalam hal jumlah.
Prof Abdalla menanggapi pernyataan tersebut sekaligus membuka ceramahnya dengan menyampaikan hanya ada dua kemungkinan bagi seorang Muslim yang hidup di negeri Barat sebagai minoritas, yakni menjadi sangat kuat atau justru semakin kehilangan keislamannya karena pengaruh lingkungan dan mengikuti hawa nafsu.