AI Makin Populer Bikin Metaverse Tenggelam?
Ilustrasi foto: Andy Kelly/Unsplash
Uzone.id – Saat pandemi melanda, metaverse menjadi sebuah konsep teknologi yang cukup menjanjikan dimana teknologi ini bisa membawa dunia realitas ke dunia virtual. Sayangnya, tahun lalu, metaverse mulai meredup dan bahkan dilengserkan konsep teknologi lain, AI.
Kecerdasan buatan atau AI bukan hal yang baru, melansir dari FreeCodeCamp, tahun 1950-an, sebuah jaringan saraf tiruan ‘Perceptron’ diciptakan yang mana ini adalah sebuah terobosan dalam penelitian AI. Lalu, di tahun 1960, ledakan AI muncul dengan kemajuan yang signifikan dalam pengembangan kecerdasan buatan.Di tahun 2022 kemarin, AI pun comeback lewat popularitas ChatGPT dari OpenAI, sebuah chatbot canggih berbasis kecerdasan buatan yang mampu berinteraksi dengan manusia secara canggih.
ChatGPT terus mengalami peningkatan popularitas, hingga saat ini saja tercatat sebanyak 100 juta orang menjadi pengguna platform chatbot AI ini. Disusul dengan kehadiran AI dari platform lain yang juga menyita perhatian, salah satunya Generative AI dari Google.
Melihat semakin tenggelamnya metaverse dan menanjaknya popularitas AI, apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi?
Fajrin Rasyid, selaku Direktur Digital Business Telkom Indonesia, dalam acara Uzone Talks bertajuk ‘Kenapa AI Baru Heboh Sekarang?’, Kamis, (23/06), menjelaskan beberapa hal yang membuat AI menjadi sangat populer saat ini.
“Teknologi itu menjadi populer karena, yang pertama masalah use case, digunakan untuk apa sih sebenarnya teknologi itu? Yang kedua, soal cost, kasarnya murah atau mahal sih (teknologi itu) untuk customer?” ujarnya.
Dalam hal ini, metaverse memiliki use case yang cukup beragam, mulai dari customer services, virtual events, virtual concert, virtual meeting, networking, sosial media dan lainnya.
Namun, yang menjadi tantangan saat ini adalah keterbatasan akses terhadap perangkat pendukung metaverse itu sendiri dengan harga yang tidak semua orang mampu membeli. Metaverse membutuhkan perangkat VR atau AR Headset, Smart Glass AR, PC yang mumpuni dengan harga yang tidak murah. Begitupun mata uang digital sebagai alat pembayarannya.
Sebaliknya, AI seperti ChatGPT tidak membutuhkan device secanggih metaverse, mereka hanya perlu mengakses website dan aplikasi ChatGPT lewat perangkat masing-masing tanpa perlu perangkat canggih yang mahal.
“AI, tidak memerlukan device yang aneh-aneh, bahkan free, ini yang menyebabkan AI menjadi populer,” ujar Fajrin.
Selanjutnya, mass market. ChatGPT memiliki jangkauan pengguna yang lebih luas, mulai dari anak sekolah hingga orang dewasa. Masalah mereka terkait tugas sekolah, tugas kuliah hingga pekerjaan bisa dibantu oleh ChatGPT melalui sebuah aplikasi atau situs AI.
Sedangkan, target pasar metaverse cenderung kecil dimana hanya orang-orang yang tech savvy saja yang familiar dengan konsep teknologi ini. Bahkan, mereka yang tidak melek teknologi cenderung mengabaikan teknologi tersebut.
Walau saat ini metaverse sudah tidak se-booming beberapa tahun lalu, namun perkembangannya saat ini masih tetap naik. Kemungkinan metaverse menjadi sebuah hal yang familiar pun terbuka lebar, hanya saja membutuhkan waktu kurang lebih 5 sampai 10 tahun lagi begitu juga perangkat yang lebih mumpuni.