Home
/
Digilife

AI Bantu Kreativitas, Tapi Jangan Lupakan Sentuhan Personalnya

AI Bantu Kreativitas, Tapi Jangan Lupakan Sentuhan Personalnya

Muhammad Faisal Hadi Putra30 April 2025
Bagikan :

Singapura, Uzone.id - Beberapa waktu lalu, ramai jadi perbincangan soal prompt ‘Ghibli Style’ yang banyak diadopsi pengguna ChatGPT untuk mengubah foto aslinya menjadi animasi khas Ghibli. Harus diakui pula, platform AI seperti ChatGPT, Gemini, hingga Grok, memang kerap dimanfaatkan oleh para pengguna—termasuk pelaku industri kreatif untuk mempermudah proses kreatifnya.

Namun dari sana, muncul satu pertanyaan, memang boleh pelaku kreatif memanfaatkan AI dalam karya-karya mereka? Berbincang usai acara Mac for Business Showcase, di Singapura, Didiet Maulana selaku desainer dan Founder IKAT Indonesia punya perspektif menarik.

Ia menyadari bahwa generasi sekarang mendapatkan kemudahan akses ke referensi digital. Perbedaannya dengan generasi transisi dari analog ke digital, ia bilang, adalah proses penyerapan informasinya.



Untuk mendesain sesuatu, ia lebih suka mencari referensi melalui buku-buku dan kunjungan museum, sehingga dapat membangun fondasi referensi visual yang otentik. 

“Aku kan generasi transisi, dari analog ke digital istilahnya. Jadi biasanya, reference desain aku di-build oleh buku-buku, kemudian kunjungan ke museum misalnya, dan segala macam,” ungkapnya.

“Kalau balik lagi ke visual references yang misalnya secara digital itu sebenarnya bisa-bisa aja langsung di di-build di sana. Tapi karena aku udah terbiasa dengan visual references yang aku experience secara langsung jadi beda gitu. Jadi nggak langsung copy-paste, tapi kita tahu bagaimana cara memodifikasinya," ujar Didiet.

Ia khawatir, bila pelaku kreatif terlalu memanfaatkan AI untuk referensi digitalnya dan tanpa dibarengi pemahaman mendalam, bisa berujung pada desain yang kehilangan orisinalitas, desain yang seragam, serta kehilangan sentuhan personal.

Didiet Maulana, Desainer dan Founder IKAT Indonesia (Foto: Faisal/Uzone.id)
Preview
Didiet Maulana, Desainer dan Founder IKAT Indonesia (Foto: Faisal/Uzone.id)

"Kalau kita nggak tahu nih, kira-kira mau bikinnya kayak gimana ya? Nanti yang ada malah desainnya itu mirip sama si ini, misalnya. Jadi akhirnya nanti cuman bertarung harga doang,” tegasnya.

Di sini pandangan menarik Didiet soal pemanfaatkan AI. Buatnya, AI adalah alat bantu, bukan pengganti kreativitas. Ia melihat potensi AI sebagai asisten riset yang efisien, membantu menemukan referensi informasi yang relevan dengan cara lebih cepat.

“Menggunakan AI? Menggunakan. Jujur sekarang gitu. Karena misalnya gini, aku misalnya akan mengetik ya, saya ingin riset tentang Sumba umur kira-kira ada book reference apa sih yang harus dibaca gitu. Oh, betul. Atau misalnya kira-kira apa segala macam. Jadi kalau buat aku adalah how-nya, bukan what-nya yang diambil dari situ," jelas Didiet.

“Aku kekeh awalnya bahwa desain itu nggak boleh tersentuh oleh teknologi dan segala macamnya. Tapi seiring berjalan waktu mungkin aku bisa ngomong gitu karena aku nggak kenal. Kalau kita nggak kenal, kita enggak experience nikmatnya kayak bagaimana, makanya akan memberikan label berbagai macam gitu," sambungnya kembali.



Ia menyarankan bagi pekerja kreatif yang memanfaatkan AI untuk tahu dulu seperti apa kemampuan atau potensi dirinya, dan hal apa yang mau dikembangkan mereka ke depannya. Intinya, memahami diri dan identitas kreatif sebelum menggunakan AI.

Istilahnya, kata Didiet, jangan sampai memberikan kekuasaan kepada AI untuk mengarahkan kita sebagai penggunanya. Tapi, harus diyakini bahwa yang harus ‘memegang kemudi’ adalah kita sebagai penggunanya.

“Tapi balik lagi sebenarnya kita harus tahu dulu nih kemampuan atau potensi kita dan apa sih yang mau kita kembangkan. Jangan tiba-tiba misalnya saya ingin buat koleksi untuk yang terbaru terinspirasi dari Sumba. Kira-kira saya harus bikin apa ya,” paparnya.

“Itu kan berarti kita memberikan kekuasaan kepada AI untuk dan istilahnya meng-drive kita gitu. Sedangkan harus diyakini bahwa the real driver itu kita. Jadi mereka adalah tools," tutup Didiet.

populerRelated Article