7 Film yang Bikin Melek Soal Isu Kesehatan Mental | Keepo.me
Kesehatan mental merupakan isu yang mulai jadi perbincangan beberapa tahun belakangan. Orang-orang mulai sadar kalau angka bunuh diri dan gejala depresi terus meningkat tiap tahunnya. Ternyata, kesehatan tak hanya dilihat dari kondisi fisik, mental dan pikiran seseorang juga memberikan pengaruh yang besar.
Kita mungkin sering merasa tak tenang atau kurang bahagia dengan kehidupan, hingga akhirnya bikin sakit. Kurang lebih sama tetapi dalam level lebih tinggi, penyakit mental bisa berdampak serius bagi kehidupan seseorang dan orang di sekitarnya. Beberapa penyakit mental tak hanya datang karena lingkungan, bawaan lahir, atau trauma di masa lalu bisa jadi pemicu utama.Jika kamu masih belum paham betul tentang isu kesehatan mental, semoga film berikut mungkin bisa membuka wawasanmu jadi lebih luas tentang masalah yang sering disepelekan orang ini.
Charlie Bartlett, film romkom remaja yang seru abis
Charlie adalah remaja laki-laki dari keluarga kaya dan selama hidupnya ia bersekolah di sekolah privat hingga akhirnya kenakalannya terungkap dan ia harus pindah ke sekolah negeri. Tak disangka, meski dianggap aneh dan sering di-bully, Charlie justru dipercaya teman-temannya untuk mendengarkan curhat dan memberi nasihat.
Ternyata ia memanfaatkan sesi pertemuan dengan psikolog pribadinya untuk mencari tahu jalan keluar bagi teman-temannya yang punya masalah tetapi tak seberuntung dirinya. Selain penampilan kece Anton Yeltchin, kamu bakal dimanjakan dengan kemampuan akting Robert Downey Jr. yang kali ini tidak berperan jadi Tony Stark.
A Beautiful Mind yang terinspirasi dari kisah nyata
Film ini diangkat dari kejadian nyata yang dialami John Forbes Nash Jr., seorang ahli matematika yang menemukan “game theory” yang saat itu dianggap bertentangan dengan prinsip ekonomi yang dipegang oleh banyak pemerintah.
Posisinya yang tidak aman itu membuat banyak orang memojokannya dengan mengungkit catatan kesehatannya. Ternyata ia mengidap paranoid schizoprenia. Dirilis oada 2001, film ini disebut-sebut sebagai salah satu pelopor film yang berani membahas isu penyakit mental secara realistis.
Lawas tapi sayang kalau nggak ditonton, Rain Man
Film ini berhasil menggambarkan bagaimana seorang yang memiliki autisme harus menjalani kehidupan sehari-hari. Dikisahkan dua bersaudara bernama Charlie dan Raymond. Keduanya sama-sama menderita autis.
Charlie mendedikasikan hidupnya untuk mendalami austisme, sesekali ia bertemu Raymond yang ternyata memiliki kelebihan dalam hal matematika. Bersama mereka berusaha untuk berbaur dengan orang-orang biasa, sambil belajar dari kelebihan masing-masing.
Still Alice, berusaha mendalami bagaimana penyakit alzheimer mempengaruhi kehidupan seseorang
Dikisahkan Alice, seorang ahli sastra didiagnosa dengan penyakit alzheimer. Perlahan ia mulai kehilangan memorinya. Film yang dikemas dengan alur lambat ini berhasil mengaduk-aduk emosi penonton dengan adegan dan dialog yang membuat kita sedikit banyak merasakan bagaimana rasanya harus kehilangan memori secara perlahan.
Penyakit alzheimer sering dianggap biasa dalam kehidupan sehari-hari. Sampai suatu hari kita merasakan sendiri atau memiliki hubungan dekat dengan orang yang mengidapnya, barulah kita mengerti bagaimana sulitnya.
Melancholia, film sci-fi dengan tokoh utama penderita anxiety disorder
Melancholia adalah nama sebuah planet yang dikisahkan dalam film akan segera menabrak bumi dan meluluhlantahkan semua yang ada di atasnya. Sebagai orang biasa saja kita pasti sudah sangat panik. Lalu, bagaimana dengan dua kakak beradik yang sama-sama menderita anxiety disorder?
Menariknya, keduanya memiliki pendekatan yang berbeda saat melihat bencana ada di depan mata. Inilah yang menjadi kunci kesuksesan film ini dalam menangkap dan menggambarkan keragaman jenis penyakit mental.
Manchester by the Sea, nggak tertebak meski alurnya lambat
Film ini memang beralur lambat, tetapi bukan berarti membosankan. Diceritakan seorang laki-laki paruh baya harus merawat keponakan dari kakaknya yang baru saja meninggal. Ia yang selama ini tinggal sendiri pun harus belajar bagaimana menjadi orang tua atau setidaknya guardian yang baik untuk keponakannya yang berusia remaja. Padahal ia sendiri ternyata memiliki trauma masa lalu yang mempengaruhi hidupnya hingga sekarang.
Dengan plot maju-mundur, film ini butuh ditonton dengan konsentrasi. Waktu dua jam kamu pun nggak akan sia-sia. Pantas kalau film ini dapat salah satu penghargaan Oscars.
We Need To Talk About Kevin, salah satu penampilan terbaik dari Ezra Miller ada di film ini
Mengisahkan seorang remaja laki-laki yang memiliki gejala sociopath. Biasanya, dalam film para pengidap penyakit ini akan digambarkan sebagai pembunuh berdarah dingin.
Namun, dalam film ini justru kita diajak untuk memandang para pengidapnya dengan empati. Dalam film ini, kurangnya rasa empati dianggap sebagai cara memperburuk penyakit mental.
Harus diakui, di Indonesia, penyakit mental masih jarang dapat porsi bahasan yang besar. Padahal angka depresi dan disabilitas di negeri ini tak bisa dibilang sedikit. Semoga dengan film tadi, wawasan kita pun mulai terbuka.